Nasional

Suka Duka Jadi Buruh di Malaysia: Ada yang Disiksa Majikan dan Bisa Kerja Sambil Kuliah

Sen, 1 Mei 2023 | 16:00 WIB

Suka Duka Jadi Buruh di Malaysia: Ada yang Disiksa Majikan dan Bisa Kerja Sambil Kuliah

Ketua Bidang Hubungan Internasional Dewan Perwakilan Luar Negeri (DPLN) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Malaysia Abdul Rahman atau Rahman Khil (paling kiri) saat menghadiri sebuah acara. (Foto: dok pribadi)

Jakarta, NU Online
Ketua Bidang Hubungan Internasional Dewan Perwakilan Luar Negeri (DPLN) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Malaysia Abdul Rahman atau Rahman Khil menceritakan suka duka yang dialami para buruh atau pekerja migran Indonesia (PMI) di Negeri Jiran. Beragam pengalaman didapat oleh para pahlawan devisa Indonesia di Malaysia itu. Sebagian ada yang mengalami penganiayaan atau disiksa oleh majikan, tetapi ada pula yang bisa kerja sambil kuliah.

 

"Suka duka cukup banyak. PMI yang bekerja di Malaysia ini ada beberapa sektor seperti ladang kelapa sawit, sektor bangunan, cleaning service (pelayan kebersihan), dan pekerja rumah tangga (PRT). Dari beberapa sektor ini pasti ada beberapa suka dan duka yang dialami teman-teman," ucap Rahman saat dihubungi NU Online, pada Senin (1/5/2023) yang bertepatan dengan Peringatan Hari Buruh Internasional.

 

Ia menerangkan bahwa terdapat banyak kasus yang menimpa para buruh migran atau PMI di Malaysia. Beberapa kasus di antaranya adalah gaji yang tidak dibayarkan, tempat tinggal tak layak, bahkan penyiksaan yang terjadi kepada pekerja rumah tangga. 

 

"Banyak majikan yang tidak bertanggung jawab. Mereka mengeksploitasi para pekerja ini untuk bekerja lebih dari waktu yang ditentukan, tidak ada libur. Ini menjadi pengalaman yang biasa di Malaysia," kata Rahman.

 

Kemudian ia menjelaskan pengalaman membahagiakan yang dialami PMI di Malaysia. Sebagian dari mereka ada yang beruntung karena bisa mendapatkan akses kesehatan yang layak. Bahkan mereka memperoleh akses pendidikan yang cukup.

 

"Ada teman-teman pekerja rumah tangga yang bisa sambil kuliah di Universitas Terbuka Indonesia yang ada di Kuala Lumpur. Mereka difasilitasi oleh majikan," ucap pria yang menjadi buruh migran sejak 2018 dan bekerja untuk sebuah lembaga swadaya masyarakat hak asasi manusia (LSM HAM) di Malaysia itu. 

 

"(Sebagian lagi) ada yang bekerja di pabrik mendapat libur yang cukup, gaji yang cukup, dan mereka mendapat pelayanan yang baik dari majikan," tambah Rahman. 

 

Saat ini, kata Rahman, Sarbumusi Malaysia sedang memperjuangkan hak-hak para buruh migran di sana agar mendapat gaji layak dan tempat tinggal yang layak, serta mengadvokasi beberapa pekerja yang bermasalah. 

 

Terkait kasus yang kerap dialami PMI di Malaysia itu, Rahman berharap pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Malaysia di Kuala Lumpur dapat memberikan perlindungan dan pelayanan bagi PMI di Malaysia.

 

"Harapan terbesar, pemerintah Indonesia yang ada di Malaysia atau KBRI Kuala Lumpur memberikan pelayanan yang terbaik, memberikan perlindungan secara penuh kepada hak-hak dan keadilan PMI yang ada di Malaysia," harap Rahman.

 

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa sampai saat ini tidak ada pihak yang tahu secara pasti jumlah PMI di Malaysia. Bahkan Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tak tahu.

 

"Karena banyak juga PMI di Malaysia yang bekerja tanpa dokumen atau perjanjian yang sah," ungkap Rahman.

 

Sementara itu, berdasarkan data penempatan dan pelindungan PMI yang dihimpun Pusat Data dan Informasi BP2MI per Februari 2023, dijelaskan bahwa jumlah penempatan PMI mengalami peningkatan dibanding dua tahun sebelumnya.

 

Pada Februari 2023, terdapat 24.798 penempatan di berbagai negara. Sementara pada Februari 2022 sebanyak 5.658 dan Februari 2021 sebanyak 4.231 penempatan.

 

Berdasarkan negara, penempatan PMI terbanyak adalah Malaysia dengan 8.505 penempatan, disusul Hong Kong (5.943) dan Taiwan (5.829) pada Februari 2023. Jumlah penempatan di tiga negara itu mencapai 82 persen dari total keseluruhan penempatan. Ketiga negara itu juga menjadi negara dengan penempatan PMI terbanyak pada Januari 2023.

 

BP2MI juga mencatat data pengaduan PMI di berbagai negara. Pengaduan terbanyak per Februari 2023 berasal dari PMI yang ada di Arab Saudi (37 aduan), diikuti Malaysia (28 aduan) dan Hong Kong (25 aduan). 

 

Pengaduan berdasarkan kasus pada Februari 2023 yang tertinggi adalah kasus PMI ingin dipulangkan (33 aduan). Lalu biaya penempatan melebihi struktur biaya (20 aduan) dan PMI gagal berangkat (16 aduan).

 

Sejak Januari hingga Februari, pengaduan terbanyak adalah biaya penempatan melebihi struktur biaya (76 aduan), PMI ingin dipulangkan (63 aduan), dan PMI gagal berangkat (55 aduan).

 

Lalu pengaduan dengan perubahan paling signifikan di antaranya: (1) perdagangan orang, naik dari 3 aduan pada Januari menjadi 8 aduan pada Februari 2023; (2) biaya penempatan melebihi struktur biaya dari 56 menjadi 20 aduan. 

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi