Nasional

Sudah Final, Pancasila Perekat Ragam Suku dan Agam Indonesia

NU Online  ·  Ahad, 23 Juli 2017 | 15:31 WIB

Karo, NU Online
Bagi Nahdlatul Ulama, Pancasila sebagai dasar Republik Indonesia (RI) sudah final. Ini karena ideologi Pancasila dipandang sebagai instrumen yang mampu merekatkan masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai maca suku dan agama.

Demikian disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Robikin Emhas mewakili Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj pada pembukaan Konferensi Wilayah (Konferwil) XVII Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Utara, Jumat (21/7) di Berastagi Cottage, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Dikatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang penuh keragaman agama, etnik, budaya, bahasa dan terdiri dari beribu-ribu pulau ini didirikan di atas landasan yang kokoh yakni Pancasila. Pancasila merupakan titik kesepakatan paling demokratis dan menjadi jalan tengah dari dua pilihan ekstrim antara bentuk negara sekuler dan negara agama lewat salah satu Pancasila 'Ketuhanan Yang Maha Esa'.

"Negara ini bukan negara Islam (dar al-Islam), meskipun mayoritas penduduknya memeluk Islam. Namun jelas, bahwa negara dan bangsa kita berkarakter religius," tegas Robikin di depan ratusan nahdlyin (warga NU) Sumut.

Karena itu, tambahnya, Pancasila selamanya tidak boleh dan tidak perlu dipertentangkan dengan agama. Sebab Pancasila tidak bertentangan dengan spirit Al-Qur'an dan Sunnah karena membingkai persatuan seluruh bangsa Indonesia.

"Pancasila bisa menjadi energi pemersatu yang tidak bertentangan dengan ajaran agama mana pun. Bila saja energi ini terus dikelola dengan benar dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran, niscaya negara ini pasti menjadi negara yang besar dan disegani," tandasnya.

Hal tersebut, katanya, sejalan dengan cita-cita para pendiri NU. Itulah sebabnya, Muktamar NU 1984 memutuskan, bahwa Pancasila dan NKRI dianggap final.

Pada bagian lain, KH Robikin Emhas mengatakan, pemerintah harus bisa menjamin bagi warganya terbebas dari ancaman kelaparan dan rasa ketakutan. Jika rakyat masih dalam ancaman kelaparan dan tidak mendapat jaminan keamanan maka pemerintah gagal dalam memimpin.

Dikatakan Robikin, ancaman kelaparan yang dimaksud adalah rakyat mudah mencari nafkah dalam artian pekerjaan dan tersedianya bahan pangan. Sedang bebas dari rasa takut adalah adanya jaminan keamanan dari pemerintah dalam melakukan ibadah dan beraktivitas sehari-hari.

"Fungsi utama pemerintah secara kolektif adalah mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia dan memastikan warganya bebas dari ancaman kelaparan dan rasa takut," katanya.

Ketua PWNU Sumut Drs H Afifuddin Lubis dalam sambutannya mengatakan, Konferwil memilih tema "Meneguhkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah dalam Bingkai NKRI" dengan harapan bahwa NU akan tetap menjaga marwah para ulama dan tetap berperan dalam pembangunan.

Sebelumnya, Ketua Konferwil XVII NU Sumut H. Takbir Siregar melaporkan, konferensi diikuti 31 pengurus cabang (PC) dari 33 pengurus cabang NU yang ada di Sumut. "Peserta konferwil adalah pengurus cabang yang sudah melaksanakan konfercab," kata Takbir.

Turut menyampaikan kata sambutan Gubernur Sumut diwakili Asisten I Pemerintahan Sekdaprovsu, Bupati Karo diwakili Asisten Umum. Setelah dibuka acara konferwil dilanjutkan siding-sidang. Konferwil akakan berlangsung hingga 23 Juli. (Hamdani Nasution/Abdullah Alawi)