Nasional HARLAH KE-93 NU

Suara Nahdliyin: NU Organisasi yang Luwes

Kam, 31 Januari 2019 | 10:19 WIB

Tanggal 31 Januari adalah hari lahir Nahdlatul Ulama (NU) menurut penanggalan syamsiah atau masehi. Kalau penanggalan qamariah atau hijriahnya, 16 Rajab. Nah, makin ke sini, dua tanggal itu tak lagi jatuh di hari yang sama. Selisihnya bisa sebulanan lah. Ini yang bikin perayaan harlah NU bisa dilakukan dua kali atau pilih salah satu. Sesuai kebutuhan dan ketersediaan dana saja.

Masalahnya, yang begitu kadang buat orang di luar NU dipandang pragmatis kayak mereka yang bilang harlah Muslimat NU kemarin sengaja dimajukan buat kepentingan pemenangan Jokowi. Padahal Januari 2019 itu Rabiul Akhir sesuai penanggalan Islam. Muslimat NU didirikan 26 Rabiul Akhir. Silakan cek kalau tak percaya. Berhubung Jokowi mau hadir dan mendukung acara itu, ya lebih baik. 

Catat ya: Jokowi yang dukung muslimat NU. Bukan Muslimat NU dukung Jokowi. Jangan diplintir kayak kelakuan buzzer-buzzer Jokowi kemarin di twitter.

Tapi saya paham kenapa banyak orang, terutama dari organisasi keagamaan lain, yang nyinyir dan bilang NU pragmatis. Sebab organisasi mereka tak ada yang seluwes NU. Kaku semua. Jangankan soal tanggal harlah, soal kebutuhan hidup hari-hari saja dibatasi kok. Merokok difatwa haram. Mau ngaji kumpul-kumpul disebut bid'ah. Nyanyi-nyanyi diancam neraka. Terus nikmatnya hidup beragama mereka itu dimana?

Atau, karena organisasi mereka tak punya kekuatan politik sebesar NU. Yang meskipun selepas Gus Dur belum berhasil lagi bermanuver politik dengan cantik, tapi tetap dipandang penting tiap jelang pemilu. Di lingkaran atau di luar pemerintahan pun diperhitungkan. Sudahlah. Enak jadi NU itu. Saya bersyukur buat itu.

Namun, berorganisasi tentu bukan soal yang enak-enak saja. Banyak hal yang harus diakui masih kurang dari NU seperti pola kaderisasi yang buruk, membuat NU lama-kelamaan kurang bisa menjangkau masyarakat di luar golongan pesantren dan pedesaan sebagai massa organiknya. Padahal zaman semakin maju dan desa-desa sudah mulai berubah jadi kota. Pendidikan keagamaan murah pun tak cuma pesantren.

NU juga belum bisa mengambil langkah tegak untuk membuat program-program kesejahteraan umat Islam. Sejauh ini program-program ekonomi, seperti BMT dan koperasi milik NU tak lebih efektif ketimbang milik ikhwan-ikhwan PKS, misalnya. Tentu ini penting buat dibenahi jika NU tak mau terus dianggap organisasinya wong kere atau dianggap tak bisa memperbaiki taraf hidup jamaahnya.

Hanya saja, seperti kata Rais Aam PBNU Kiai Miftahul Akhyar, paling penting dekat-dekat ini mengembalikan dua pakem berorganisasi NU yang mulai kendor: sami'na wa atha'na dan tabayyun. Bahasa warkopnya, nderek kiai dan silaturahmi. Soalnya, kata beliau, organisasi sebesar NU itu cuma bisa dirongrong dari dalam lewat hoaks dan fitnah. 

Selamat harlah ke-93 NU! (Ahsan Ridhoi)