Nasional

Soal ABK Dilarung ke Laut, Harus Investigasi sesuai Hukum Internasional

Jum, 8 Mei 2020 | 10:30 WIB

Soal ABK Dilarung ke Laut, Harus Investigasi sesuai Hukum Internasional

Foto: nusantaratv.

Jakarta, NU Online
Kementerian Ketenagakerjaan dan dinas terkait harus lebih serius meningkatkan edukasi dan kualitas tenaga kerja, agar tidak ada lagi perbudakan modern. Jika pemerintah tidak aware terhadap kasus perbudakan modern yang membahayakan WNI, itu sudah bentuk pengingkaran kepada Undang-Undang.
 
Hal itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI, Muchammad Nabil Haroen menanggapi pembuangan jasad ABK Indonesia ke laut dari kapal perusahaan Tiongkok.
 
"Pemerintah Indonesia serius melakukan investigasi berdasar hukum yang berlaku. Jangan sampai ada perbudakan modern (modern slavery) yang kita tidak tahu, dan bahkan ada pembiaran," kata Nabil Haroen, Jumat (8/5).

Menurut dia, pembuangan jasad ABK Indonesia yang sakit dan meninggal ke laut, sebagai perilaku yang sungguh-sungguh biadab dan bentuk pelecehan terhadap Indonesia. 
 
Karena itu, pihaknya juga mengecam keras tindakan brutal pembuangan jasad ABK di laut. “Maka, penting mendesak sanksi tegas kepada pemilik kapal, agen dan anak buah kapal, jika memang ada tindak kriminal dan perbudakan modern,” lanjut dia.
 
Pihak Kemenlu RI telah meminta KBRI Beijing untuk mengkonfirmasi hal in. Kata Nabil memang diperlukan tindakan progresif dari pemerintah RI.
 
Kasus ABK tersebut menjadi ramai diperbincangkan setelah diberitakan oleh stasiun televisi Korea Selatan, MBC News pada Selasa (5/5). Media itu juga meng-upload sebuah video ke kanal YouTube MBCNewsdengan judul berbahasa Korea, yang jika diterjemahkan berarti [Eksklusif] 18 jam sehari kerja ... jika sakit dan tersembunyi, buang ke laut.
 
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap kasus jenazah anak buah kapal (ABK) Indonesia yang dilarung ke laut dari sebuah kapal asal Tiongkok.
 
Plt Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker Aris Wahyudi mengatakan, pihaknya juga melakukan koordinasi dengan berbagai kementerian terkait lainnya. "Kita juga terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Perhubungan mengingat kejadian ini terjadi di luar negeri," katanya dalam rilis Jumat (8/5).

Aris menegaskan, pihaknya akan fokus melakukan investigasi pada aspek-aspek ketenagakerjaan, yaitu pelanggaran hubungan kerja dan pelanggaran norma ketenagakerjaan, khususnya pelindungan pekerja migran Indonesia.
 
Jenis-jenis pelanggaran yang akan diselidiki di antaranya perizinan ketenagakerjaan, syarat kerja dan izin hubungan kerja, terjadinya kerja paksa dan kekerasan di tempat kerja, trafficking, potensi mempekerjakan pekerja anak, hingga sarana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 
 
"Kita tegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan tidak akan menoleransi apabila terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan baik terkait proses penempatan maupun pemenuhan hak pekerja," tutur Aris. 
 
Pemberian izin penempatan bagi perusahaan untuk ABK, kata Aris, selama ini tidak sepenuhnya berada di Kemnaker (melalui SIP3MI/Surat Izin Perusahaan Penempatan PMI). 
 
Perizinan juga berada di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan yang mengeluarkan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) bagi agen penempatan yang biasa disebut maning agent. Aris mengatakan Kemnaker terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
 
"Kami akan memastikan aspek ketenagakerjaan dan hak-hak pekerja terpenuhi dan kasus ini segera dapat diatasi dengan baik," ujar Aris.
 
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Ahmad Fathoni