Nasional

Siapa Diuntungkan bila Perda Larangan Miras Dicabut?

Ahad, 22 Mei 2016 | 00:00 WIB

Siapa Diuntungkan bila Perda Larangan Miras Dicabut?

Ilustrasi: NU Online

Surabaya, NU Online
Pengurus  Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya menilai rencana pencabutan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelarangan Miras oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri)  Tjahjo Kumolo membuktikan bahwa pemerintah kehilangan sensitivitas terhadap persoalan moral-sosial.

"Pencabutan tersebut seolah pemerintah menutup mata terhadap fakta-fakta empirik bahwa miras menjadi sumber berbagai kejahatan dan kerusakan. Berbagai kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, kecelakaan dan bermacam kejahatan lain nyata-nyata terjadi akibat pelakunya dalam pengaruh miras, makanya dalam Islam khamr disebut ummul khaba'its (biangnya dosa)," Kata H A Muhibbin Zuhri, Ketua PCNU Surabaya kepada NU Online (20/5)

Menurutnya, alasan utama yang dipakai Mendagri bahwa perda tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang "Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, justru mencedarai sistem hukum di Indonesia.

"Harusnya, justru Permendag-lah yang dicabut, karena jelas bertentangan dengan berbagai Undang-Undang, setidaknya Undang-Undang kesehatan, pangan, dan Undang-Undang perlindungan konsumen. Belum lagi kalau ditarik ke atas, maka Permendag jelas bertentangan dengan Pancasila, sila pertama. Karena Permendag mengabaikan nilai-nilai moral dari agama apa pun di Indonesia," tegas dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Keputusan MA terhadap uji materi Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol pun sepertinya diabaikan begitu saja.

"Ada apa pemerintah ini, bukankah pemerintah tugasnya melindungi warga bangsa ini dari berbagai kerusakan, Atau pemerintah telah menjadi agen kapitalis, pengusaha dan pengedar miras," ujar Muhibbin.

PCNU Surabaya mempertanyakan siapa yang sebenarnya yang diuntungkan dalam hal pelarangan miras. Jika pemerintah beralasan perlu pendapatan negara dari cukai miras, tentu tidak sepadan dengan keluarga korban yang menjadi korban dampak miras.

"Cobalah hitung, berapa biaya yang harus dikaver APBN untuk dampak miras, berapa pula kerugian yang harus ditanggung keluarga-keluarga, yang menjadi korban dampak miras, Tolong pemerintah jawab semua ini. Dimana jargon Revolusi Mental yang digembar-gemborkan Jokowi, apakah hanya lip service," pungkasnya.

Kabar tentang rencana pencabutan Perda Pelarangan Miras santer diberitakan media massa dua hari lalu, hingga Mendagri mengklarifikasi ucapannya sendiri kepada media massa, Sabtu (21/5). Tjahjo Kumolo membantah minta pembatalan peraturan daerah berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol. Ia bahkan menyatakan bahwa semua daerah perlu memiliki peraturan daerah berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol mengingat peredaran minuman keras sudah membahayakan masyarakat dan generasi muda khususnya. (Rof Maulana/Mahbib)