Nasional

Setelah Malaysia, Misi Haji Libya Belajar Pengelolaan Jamaah dari Indonesia

Ahad, 9 Juli 2023 | 16:00 WIB

Setelah Malaysia, Misi Haji Libya Belajar Pengelolaan Jamaah dari Indonesia

Misi Haji dari Libya berkunjung di Kantor Urusan Haji (KUH) KJRI, Jeddah pada Sabtu (8/7/2023). (Foto: Kemenag)

Jakarta, NU Online

Dengan porsi kuota jamaah haji paling banyak di dunia, Indonesia menjadi tempat belajar dan bertukar pikiran negara-negara lain dalam pengelolaan jamaah haji.

Setelah sebelumnya Tabung Haji Malaysia melakukan kunjungan ke Kantor Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Makkah di Syisyah pada Jumat (7/7/2023), kini Misi Haji dari Libya berkunjung di Kantor Urusan Haji (KUH) KJRI, Jeddah pada Sabtu (8/7/2023)


Kepala Badan Penyelenggara Haji dan Umrah Libya Ali M.A Hammuda mengatakan, pihaknya sengaja berkunjung ke KUH KJRI Jeddah untuk bertemu PPIH Arab Saudi dalam rangka belajar dan bertukar pikiran dengan misi haji Indonesia. 


Pada kesempatan tersebut, ia pun menyampaikan beberapa hal terkait dengan jamaah haji dari Libya. Menurutnya, jumlah jamaah haji Libya sebanyak 7.800 orang dengan biaya $6.800 (sekitar 102 juta dengan kurs dollar sebesar Rp15.000).


Pada puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina), jamaah haji dari Libya juga merasakan berbagai permasalahan seperti Indonesia dan Malaysia. “Kami juga mengalami masalah yang sama dengan Indonesia dan jamaah haji negara lainnya dalam pelaksanaan layanan di Masyair pada tahun ini,” jelas Ali dikutip dari laman Kemenag.


Menurutnya, Syarikah (perusahaan) yang bertanggung jawab menyiapkan layanan untuk jamaah haji Libya adalah Duwal al-‘Arabiyah. 


Selama musim haji, jamaah haji Libya mendapat layanan katering sebanyak dua kali sehari. Layanan itu diberikan dalam bentuk sarapan dan makan malam. Katering ini diberikan di luar layanan Masyair yang disiapkan Syarikah Duwal al-‘Arabiyah.


“Masa tinggal kami di Madinah selama empat hari, tidak ada Arbain,” terangnya.


“Untuk penentuan jamaah haji yang berangkat dalam setiap tahunnya, kami lakukan dengan cara pengundian,” ungkapnya.


Sementara Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief yang hadir dalam pertemuan tersebut berharap Pemerintah Arab Saudi perlu melakukan upaya perbaikan di tengah keluhan layanan selama Masyair dari negara-negara yang mengirimkan jamaahnya.


“Indonesia dan Libya mempunyai perspektif yang sama tentang perlu adanya upaya perbaikan layanan yang dilakukan oleh Arab Saudi,” terangnya.


“Kami juga sepakat bahwa Saudi perlu menerima masukan dan melibatkan negara-negara pengirim jamaah dalam proses peningkatan kualitas layanan haji,” katanya.


Editor: Muhammad Faizin