Jakarta, NU Online
Usmar Ismail tidak bisa dilepaskan dengan Hari Film Nasional yang diperingati tiap 30 Maret. Ia tak bisa dilepaskan pula dengan Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) NU, yang hari lahirnya diperingati tiap 28 Maret karena merupakan ketua umum pertamanya.
Usmar dikenal sebagai pelopor film Indonesia sehingga sering disebut Bapak Film Indonesia. Namanya dijadikan gedung perfilman yang berdiri di kawasan Kuningan. Ketokohannya membuat Google tergiur memperingati hari ulang tahunnya yang ke-97, melalui Google Doodles, pada 20 Maret lalu.
Hari Film Nasional berkaitan dengan pengambilan gambar pertama kali film Darah dan Doa yang disutradarai Usmar Ismail pada 30 Maret 1950. Film dengan nama lain The Long March of Siliwangi atau Blood and Prayer ini merupkan film pertama bercirikan dan dikerjakan orang Indonesia setelah merdeka.
Penetapan Hari Film Indonesia dilakukan sejak tahun 1962 oleh Konferensi Kerja Dewan Film Nasional dan Organisasi Perfilman.
Wasekjen PBNU Abdul Mun’im DZ berpendapat, Usmar Ismail terkenal menyelamatkan karakter bangsa Indonesia karena film-filmnya mampu menghadang film impor yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
Waktu itu, menurutnya, sebanyak 95 persen film Indonesia berasal dari asing. Kemudian Usmar Ismail melalui Lesbumi, memperkecilnya hingga tinggal 40 persen. Kemudian diusahakan diperkecil lagi sampai 25 persen. Film Indonesia kemudian diisi film-film Lesbumi itu dan film-film lain yang nasional.
Abdul Mun’im menambahkan, Lesbumi berjalan dengan baik karena mendapat dukungan politik, moral spiritual dari ulama-ulam besar.
“Mereka itu ada penjamin keamanan, politik dan spiritual kebudayaan NU, yaitu KH Wahab Hasbullah dan Idham Chalid," katanya pada peringatan setengah abad Lesbumi pada tahun 2012 di kantor Redaksi NU Online, Gedung PBNU.
Karena itulah, lanjutnya, mereka percaya diri berkarya. Orang-orang yang sebelumnya besar itu menjadi semakin besar ketika di NU.
“Kemudian mereka menghimpun seniman lain; seni sastra, seni lukis, seni musik, kemudian mereka menegakkan citra Islam Indonesia, Islam yang toleran, moderat, rileks, sebab waktu itu isu liberalisasi sangat luar biasa,” pungkasnya.
Karena Darah dan Doa tersebut sudah rusak, film itu pun direstorasi. Hasilnya diluncurkan pertama kali Kine Forum Open Air Cinema (Misbar), Lapangan Futsal, Pintu Timur Laut, Seberang Gedung Pertamina, Monas, Jakarta Pusat pada Kamis 12 Desember 2012.
Selamat Harlah Lesbumi dan Hari Film Nasional. (Abdullah Alawi)