Nasional

Sekjen PBNU Ajak Muslim Teladani Spirit Hijrah Rasulullah SAW

Rab, 19 Agustus 2020 | 23:45 WIB

Sekjen PBNU Ajak Muslim Teladani Spirit Hijrah Rasulullah SAW

Sekjen PBNU HA Helmy Faishal Zaini. (Foto: Dok Istimewa)

Jakarta, NU Online
Peristiwa 1 Muharram yang ditandai dengan hijrah Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa agung yang sangat penting bagi sejarah umat Islam. Hijrah adalah metamorfosis gerakan, baik sosial, keagamaan, maupun kebudayaan. Bahkan, karena teramat pentingnya peristiwa hijrah tersebut sejarah mencatat dan juga mengabadikannya sebagai ‘ikon’ ajaran Islam.
 

Demikian dikatakan Sekjen PBNU HA Helmy Faishal Zaini, terkait tahun baru Hijriah 1442 yang jatuh pada Kamis (20/8). Dalam momentum tahun baru 1442 hijriah ini, dirinya mengajak seluruh umat Islam untuk meneladani spirit dan nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa hijrah Rasulullah SAW. Umat Islam harus meneladani sikap, perbuatan, ucapan, dan akhlak Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari.

 

Ia menyebutkan ada empat pesan Nabi Muhammad SAW yang disampaikan saat khutbah di awal masa hijrah. Pertama, menebarkan salam. "Salam yang dimaksudkan adalah ‘perdamaian’. Dalam konteks berbangsa dan bernegara ada irisan kemiripan dan kesamaan struktur sosiologis masyarakat Madinah kala itu dengan masyarakat Indonesia saat ini. Irisan keduanya pada konteks kemajemukan dan kebinekaan," paparnya.

 

Keduanya, kata Sekjen, sama-sama majemuk. Maka dalam konteks ini, pesan Nabi Muhammad SAW tidak berhenti pada makna tekstual menebarkan salam, melainkan yang dimaksudkan adalah menebarkan kedamaian serta menciptakan rasa aman bagi siapa pun sesama manusia, terlebih sesama bangsa dan Negara.
 

Kedua, memberi makanan atau bersedekah. Pesan ini mengingatkan kepada kita semua bahwa kepedulian sosial adalah pilar penting dalam bermasyarakat. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang dibangun di atas individu-individu yang memiliki kepekaan dan kepedulian sosial kepada sesama. Baik kepedulian dalam konteks seagama (ukhuwwah Islamiyah), kepedulian dalam konteks berbangsa (ukhuwwah wathaniyyah), ataupun yang lebih mendasar dari itu semua yakni kepedulian kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah).
 

Ketiga, menjalin silaturrahim. Ini adalah aspek yang tidak kalah penting utamanya dalam konteks berbangsa dan bernegara. KH Abdul Wahab Chasbullah pernah bersama-sama dengan Bung Karno menggagas siltaurahim nasional para tokoh bangsa dan elit politik yang saat itu sedang dilanda pertikaian yang luar biasa pada 1948. Silaturrahim itu belakangan dinamakan dengan halalbihalal. Artinya dalam forum silaturrahim tersebut terdapat keberkahan yang sangat luar biasa yakni tercapainya rasa saling memaklumi, memaafkan, dan mengikhlaskan satu sama lain.

 

Keempat, menjalankan shalat malam. Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW berpesan kepada umat Islam agar senantiasa berusaha menjadi pribadi yang bersemangat untuk memperbaiki diri dengan cara ‘mengetuk pintu langit’ di malam hari. Malam hari, apalagi di sepertiga malam akhir, adalah momen yang sangat tepat untuk mengoreksi diri serta bermuhasabah merenungi kesalahan demi kesalahan yang telah kita lakukan untuk dimintakan maaf kepada Allah SWT. Dalam posisi seperti ini, shalat malam memiliki kedudukan yang sangat penting bagi setiap hamba.
 

Sekjen juga mengajak umat Islam agar merenungkan baik-baik, serta agar lebih belajar menggali lebih dalam lagi pesan-pesan kenabian yang relevan dalam konteks hijrah ini. Sehingga umat Islam bisa berhijrah dan bertransformasi menjadi pribadi, sosial, maupun bangsa yang lebih baik, lebih mulia, dan lebih bermartabat.

 

Selain itu, dalam momentum tahun baru hijriah ini, agar umat Islam dapat memanfaatkan sebaik mungkin untuk bersama-sama melangitkan doa, saling membantu dan mendukung agar bangsa ini segera diberi kemudahan untuk keluar dari wabah pandemi Covid-19 dengan selamat. 

 

Pewarta: Kendi Setiawan

Editor: Muchlishon