Nasional PPWK LAKPESDAM

Said Agil Munawwar: Santri Harus Matang Ilmu Ushul Fiqh

NU Online  ·  Selasa, 22 April 2014 | 08:32 WIB

Jakarta, NU Online
Pemahaman agama secara instan adalah sebuah malapetaka. Doktrin agama yang begitu filosofis tidak bisa hanya dipahami secara tekstual, hanya sekedar melongok teks di al-Qur’an ataupun hadits. Jika hanya mengandalkan teks semata, maka yang diperoleh adalah pemahaman agama secara sempit, kaku, dan tidak kontektual. <>

Seharusnya, tidaklah begitu. Tapi, ada logika berfikir dan analisis yang mendalam, serta proses memadupadankan antar-teks dan konteks dalam kerangka metode pengambilan hukum. Demikian diungkapkan KH Said Agil Husein al-Munawwar, Mantan Menteri Agama RI, saat memberikan ceramah di hadapan peserta Program Pengembangan Wawasan Keualamaan (PPWK), yang diselenggarakan PP Lakpesdam NU, 17-20 April di Jakarta.  

Menurutnya, kemampuan untuk memahami pesan-pesan dalam teks agama secara utuh itu dapat diperoleh dengan bekal ilmu ushul fiqh. Berarti, ilmu ushul fiqh merupakan pra syarat penting dalam pengambilan keputusan hukum. “Apabila ushul fiqh dapat dikuasai dengan baik, maka ilmu-ilmu keislaman ikut di dalamnya,” tandasnya.      

Belajar ushul fiqh berarti mempelajari ulumul quran, ulumul hadits, ilmu kalam, dan mantiq. Tapi sayang, ia mengamati melakangan ini, santri-santri di pesantren tidak banyak yang menekuni secara serius dan mendalam ilmu ushul fiqh ini. Kebanyakan, mereka hanya mendalami kitab-kitab fikih, itu pun juga tidak tuntas.  

Supaya khazanah keilmuan keislaman ini dipahami dengan baik, ia menggalakkan kepada para santri untuk kembali menekuni secara serius dan mendalami  kajian ilmu ushul fiqh di pesantren. “Yang paham betul ushul fiqh itu ya hanya kiai-kiai NU, jadi kalau bukan kita-kita yang mempelajari, lalu siapa lagi yang mewarisi ilmu ini?,” pungkasnya. (Abdullah Ubaid/Anam)