Nasional

Reformasi Belum Jamin Kesejahteraan

NU Online  ·  Jumat, 17 Mei 2013 | 16:18 WIB

Jakarta, NU Online
Sejak jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, Indonesia belum keluar dari jerat keterpurukannya. Kesejahteraan rakyat belum merata, sementara aparatur negara cenderung korup dan melepas tanggung jawab.<>

Demikian keseimpulan diskusi seri sejarah pergerakan kebangsaan yang digelar di kantor Pengurus Pusat Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU), Jakarta, Jumat (17/5) sore. Hadir dalam kesempatan ini sejumlah aktivis muda dari badan eksekutif mahasiswa, organisasi pergerakan, akademisi, dan komunitas di Jakarta.

Forum yang menamakan diri Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB) ini menilai, penyebab negara gagal menjamin kesejahteraan rakyatnya adalah dua hal. Pertama, gerakan reformasi masih menyisakan tradisi dan bentuk negara mitos.

”Dalam negara mitos, aparatur negara hidup dengan cara-cara skriptural, eskatologis, melankolis, dan romantis,” kata Abdul Ghopur, anak muda NU yang juga inisiator dan ketua LKSB.

Penyebab kedua, rangkum Ghopur, gerakan reformasi baru mempraktekkan negara materalistisme. Karakter dasar dari negara semacam ini adalah ’meminta rakyat banyak berkorban’, di saat bersamaan kehidupan para pejabat yang kian mewah.

”Kenaikan gaji legislatif dan eksekutif yang sangat mencolok disertai banyaknya orang mati antre dapat BLT. adalah buktinya,” imbuhnya.

Forum lintas kalangan ini juga menyoroti perlunya merevitalisasi konsep kepemimpinan. Kaum muda dianggap pihak yang paling pantas memegang tanggung jawab kebangkitan Indonesia ke depan.

”Betapa peristiwa-peristiwa besar bangsa ini dilakukan oleh kaum muda, kata Pramudya Ananta Toer. Bukan militer, Polri, orang yang memiliki otoritas keagamaan, Profesor, Petani, Pedagang apalagi avonturir politik,” katanya

 

Penulis: Mahbib Khoiron