Nasional

Pusdak UNUSIA: Terkait Infrastruktur, Pemerintah Harus Realistis

NU Online  ·  Rabu, 21 Maret 2018 | 08:00 WIB

Jakarta, NU Online
Pemerintah memutuskan untuk mencoret beberapa proyek infrsatruktur dari Proyek Strategis Nasional (PSN), terutama yang diperkirakan belum mulai konstruksi hingga 2019. Menanggapi hal ini, Peneliti Pusat Pendidikan dan Kajian Anti Korupsi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Pusdak UNUSIA), Roziqin Matlap, berharap Pemerintah realistis dengan kondisi yang ada. 

“Dalam menetapkan PSN memang pemerintah harus realistis. Harusnya sejak awal sudah dipikirkan, terutama terkait dengan kesediaan anggaran,” kata Roziqin, Rabu (21/3).

Lebih lanjut, Roziqin juga meminta pemerintah mengevaluasi proyek strategis nasional tersebut secara menyeluruh, dengan melibatkan banyak pihak. Pembentukan Komite K2 akhir Januari lalu oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menurutnya kurang memadai. 

“Pembentukan Komite K2 belum cukup, karena hanya terdiri dari personel Kementerian PUPR yang bersifat sektoral dari sisi keteknikan. Kalau dari sisi keteknikan sih memang sudah jadi tugas Kementerian PUPR meski tanpa adanya Komite K2,” tambah Roziqin.

Roziqin mengingatkan bahwa berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan untuk setiap produk jasa konstruksi diatur oleh menteri teknis terkait sesuai dengan kewenangannya, yang artinya dilakukan secara komprehensif, bukan sektoral.

Rekomendasi dari Komite K2 kepada para kontrator atas kecelakaan infrastruktur beberapa hari lalu, kini mandek di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Pemerintah jangan ragu memberi sanksi tegas kepada kontraktor bermasalah. Ini penting untuk pembelajaran, terlebih kecelakaan sudah memakan korban jiwa,” tegas Roziqin yang juga peneliti pada LBH Ansor. 

Roziqin mengingatkan semua pihak bahwa ketiadaan sanksi pidana dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi seharusnya tidak menjadi celah para kontraktor dan pejabat untuk main-main dalam proyek konstruksi. 

Usai evaluasi, Komite K2 merekomendasikan berbagai sanksi, yang paling berat penggantian direksi. Rekomendasi diberikan kepada Menteri BUMN untuk ditindaklanjuti. Menteri BUMN beralasan sanksi akan diberikan saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dimana Menteri BUMN sebagai wakil Pemerintah yang memegang saham mayoritas di BUMN.

Sebagaimana diketahui, saat ini Pemerintah gencar membangun infrastruktur. Proyek-proyek konstruksi masuk dalam PSN dan tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 tahun 2017. Perpres ini merupakan perubahan dari Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang ditandatangani pada 8 Januari 2016. Sebagian PSN menggunakan dana non-Anggaran Pemerintah.

Sayangnya, masifnya pembangunan proyek tersebut diwarnai beberapa kecelakaan. Pada 2018 terdapat setidaknya lima kecelakaan, dan pada 2017 terdapat tujuh kecelakaan pada proyek infrastruktur. (Red: Ibnu Nawawi)