Nasional

Plus-Minus Membaca Buku di Layar Gawai

Sab, 16 Mei 2020 | 23:00 WIB

Plus-Minus Membaca Buku di Layar Gawai

Hijrah Ahmad mengatakan bahwa keberadaan buku digital belum menggeser buku fisik.

Jakarta, NU Online
Di zaman serba digital seperti saat ini, buku-buku tidak saja dicetak dalam bentuk fisik, tetapi mulai beralih ke bentuk digital. Pembaca bisa membacanya langsung dari layar gawai masing-masing. Jumlah pembaca dalam bentuk digital ini kian tahun semakin meningkat.
 
Hijrah Ahmad, Koordinator Editor Emir Books, mengakui ada peningkatan dalam pembelian buku-buku digital. Setidaknya, ia menyebut dua faktor kenaikannya, yakni harga lebih murah dan akses lebih mudah. Buku dalam bentuk digital ini bisa diakses dengan membelinya melalui Google Books atau aplikasi digital dari penerbitnya langsung.
 
Namun, Hijrah mengatakan bahwa keberadaan buku digital belum menggeser buku fisik. Setidaknya, perhari ini penjualan buku fisik masih lebih banyak ketimbang buku digital. "Sejauh ini, belum bisa dikatakan apakah buku digital benar-benar telah cukup menggeser pasar buku fisik karena masing-masing memiliki pasar tersendiri," kata pria yang menamatkan studi menengahnya di Pondok Buntet Pesantren itu.
 
Pembaca juga bisa mendapatkan akses peminjaman buku gratis di aplikasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (iPusnas). Caranya, pembaca menginstal aplikasi iPusnas terlebih dahulu pada gawainya. Kemudian, mendaftar akunnya. Setelah itu, ia bebas mengakses 591.739 salinan dari 50.438 judul buku yang tersedia, sebagaimana dikutip dari Antaranews.
 
Pembaca bebas meminjamnya selama lima hari dengan maksimal peminjaman lima buku. Jika dalam jangka waktu lima hari tidak dikembalikan, buku akan otomatis ditarik dan hilang dari rak peminjaman.
 
Hal ini baru diterapkan pada Selasa (12/5) setelah sebelumnya hanya boleh meminjam dua buku dengan maksimal peminjaman selama tiga hari.
 
"Setiap user bisa meminjam lima judul buku dari yang sebelumnya dua judul. Dan setiap judul buku bisa dipinjam hingga lima hari dari yang sebelumnya tiga hari. Jadi semakin banyak yang bisa dibaca dan durasinya lebih lama," tulis akun Instagram resmi Perpusnas RI @perpusnas.go.id sebagai keterangan gambar yang diunggahnya pada Selasa (12/5).
 
Di samping itu, pandemi Covid-19 juga membuat lonjakan pengguna aplikasi tersebut. Saat ini, ada 579.756 pengguna dengan 155.405 pengguna baru pada Maret 2020 lalu sebagaimana diwartakan Antaranews.com.
 
Keunggulan dan kekurangan
Membaca buku di layar gawai tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Buku digital tentu begitu mudah dalam hal aksesnya sebagaimana disebutkan oleh Hijrah. Pembaca tidak perlu repot-repot untuk membawanya secara fisik yang cukup memberatkan jika jumlahnya banyak.
 
Demikian Rifqi Aziz merasakannya. Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Fakultas Adab dan Humaniora (Komfaka) Cabang Ciputat itu lebih nyaman membaca buku digital saat tengah dalam sebuah perjalanan ketimbang buku fisik. 
 
"Digital lebih praktis, lagi pula kalau lagi di luar kan gak melulu baca buku. Beda kalo lagi di rumah, kita emang udah niat mengalokasikan waktu untuk membaca. Buku fisik lebih nyaman dibaca dalam waktu yang lama," ujarnya.
 
Hal yang membuatnya tak nyaman membaca buku digital adalah adanya notifikasi dan panasnya mesin gawainya. "Yang bikin nggak nyaman ada notif pesan dan panas mesin gawai," kata mahasiswa yang aktif di Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) itu.
 
Di sisi lain, buku digital juga memberatkan bagi mata pembaca karena harus menghadap layar bercahaya. Hal inilah yang dirasakan oleh Ade Syamsul Falah saat membaca buku-buku digital. "Mata kalau baca buuku digital cepat perih," ujarnya.
 
Tak ayal, pria yang aktif membahas beragam buku di Komunitas Buntu Literasi itu mengaku bahwa membaca buku dalam bentuk digital tidak bisa lebih lama ketimbang membaca buku fisik. "Senang membaca buku fisik kalau saya mah. Enak dibacanya, ada sensasi seperti pas beli buku barunya, lalu bisa dilipat atau distabilo," katanya.
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan