Bandung, NU Online
Dalam rangka merayakan Dies Natalis Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung ke-48, digelar Seminar Nasional yang bertajuk ‘Inovasi dan Sinergi Institusi Pendidikan Tinggi dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN’ di aula Multipurpose kampus setempat, Kamis (31/3) kemarin.
Hadir 4 Rektor perguruan tinggi besar di Jawa Barat sebagai narasumber pada Seminar Nasional tersebut, yakni Rektor UIN Sunan Gunung Djati, Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Rektor Universitas Padjajaran (Unpad).
Rektor Unpad Tri Hanggono Ahmad memaparkan, dalam konteks era globalisasi yang semakin berkembang pesat, pemahaman terhadap bumi harus dibangun secara utuh. Perkembangan penduduk Bumi sekarang berkisar 7 Miliar manusia.
“Artinya kesadaran berpikir global semestinya harus kita bangun, kita punya satu Bumi. Soalnya tidak jarang kalau kita bicara global, kesannya selalu berpikir kesiapan persaingan. Hadirnya kita, khususnya sebagai umat Islam di Bumi kan harusnya menjadi umat untuk membangun kesejahteraan bagi seluruh bangsa,” papar Tri Hanggono yang mendapat kesempatan narasumber pertama.
Menurut dia, salah satu hal penting dalam hubungan global yang sasarannya sulit dicapai adalah aspek partnership. Selain juga adanya kesadaran bersama masyarakat ASEAN untuk bergabung dalam hubungan sesama regional bukan hanya membicarakan wilayah.
Perkembangan perekonomian di ASEAN, Tri Hanggono menilai, akan berpengaruh pada pembangunan dunia. Sebab, potensi pembangunan dunia terlihat di negara-negara yang sedang berkembang.
“Kalau kita bisa bersinergi dengan baik di ASEAN, artinya kita bisa berkontribusi untuk pembangunan global. Upaya kita berkontribusi secara global, kita harus lebih kuat lagi,” ujarnya dihadapan ratusan mahasiswa yang memadati hampir seluruh sudut-sudut aula.
Sementara itu, Rektor UPI H Furqon menggaris bawahi pendidikan sebagai jatidiri bangsa, sehingga baginya pendidikan salah satu aspek yang menentukan masa depan bangsa Indonesia. Apalagi Indonesia akan segera menyosngsong momentum bonus demografi dimanaIndonesia akan memiliki penduduk yang didominasi usia produktif.
“Pendidikan di tanah air memanfaatkan bonus demografi dengan menguasi teknologi, keterampilan untuk berkompetisi dengan negara lain, serta mempunyai karakter integritas di mata dunia. Untuk itu perlu ada kesadaran berbasis kearifan lokal, mengembangkan budaya, dan membudayakan masyarakat,” seru Furqon.
Pada kesempatan selanjutnya, Rektor ITB Kadarsah Suryadi meyakini bahwa Indonesia memiliki penduduk sangat banyak, otomatismenjadi pasar yang sangat besar serta menjadi lahan incaran dari negara-negara di ASEAN.
“Ini PR besar untuk kita, MEA tujuannya bagus untuk maju bersama masyarakat ASEAN. Tetapi kalau kita tidak memikirkan kemajuan diri kita sendiri, suatu saat kita akan ditinggalkan oleh negara-negara maju, dan suatu saat kita akan dimakan,” terangnya.
Ia berpesan 4R untuk menghadapi MEA, pertama Rasio. Semua insan itu harus menjadi insan yang pintar, maka diberikan ilmu pengetahuan lewat kuliah, penelitian dan pengabdian. Tapi rasio saja tidak cukup.Yang kedua Raga, badannya harus sehat.
Lalu pintar dan sehat akan berbahaya jika tidak mempunyai akhlak yang mulia, yakni keempat dengan Rasa. Sebab pintar, sehat dan akhlak yang mulia akan dijalankan dengan kepentingan orang banyak. Keempat adalah Religi, karena di atas semuanya adalah agama yang harus dijunjung.
“Insyaallah dengan ini semua kita akan siap menghadapi MEA,” Rektor ahli di bidang biokimia itu.
Rektor UIN H Mahmud sebagai narasumber terakhir menyimpulkan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir terhadap MEA yang digulirkan akhir tahun 2015 kemarin.Kita tak perlu khawatir kalau kita berjama'ah,” jelas Rektor ahli di bidang Pendidikan Islam itu.
Menurut Mahmud, untuk menghadapi MEA diperlukan ilmu yang mumpuni, namun tetap dengan berpedoman wahyu memandu ilmu.“Jadi, semua ilmu pengatahuan harus dipandu oleh ayat-ayat Al-Qur'an dan Sunnah Nabi,” tegasnya. (M. Zidni Nafi’/Fathoni)