Perguruan Tinggi NU Sudah Harus Berbadan Hukum NU
NU Online · Kamis, 17 Oktober 2013 | 13:02 WIB
Jakarta, NU Online
Perguruan Tinggi di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) merupakan aset NU dan sudah harus bernaung di bawah badan hukum organisasi NU. Selama ini beberapa perguruan tinggi di lingkungan NU masih bernaung di bawah yayasan masing-masing.<>
Ketentuan tersebut merupakan hasil dari Rapat Pleno PBNU di Wonosobo Jawa Tengah 7-8 September 2013 lalu. Demikian disampaikan Ketua Sekolah Tinggi Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta KH Mujib Qulyubi dalam pembukaan kuliah umum di Aula Gedung PBNU, Kamis (17/10).
“Semenjak Rapat Pleno, STAINU Jakarta langsung menjadi anak pertama PBNU dan berada di bawah naungan badan hukum NU. Sebelumnya STAINU berada di bawah naungan Yayasan Perguruan Tinggi NU (YPTNU),” kata MUjib Qulyubi yang juga Katib Syuriyah PBNU.
Menurutnya, dari 210 perguruan tinggi yang terdaftar di Lajnah Perguruan Tinggi NU (LPTNU) baik berupa universitas, institut maupun sekolah tinggi, sebagian diantaranya masih belum berada di bawah naungan badan hukum NU dan masih berada di bawah naungan yayasan masing-masing.
Ditambahkannya, dengan berbadan hukum NU maka perguruan tinggi NU akan semakin kuat dan mempunyai jaringan yang luas. Namun konsekwensi dari perubahan badan hukum, NU berhak melakukan upaya-upaya dan intervensi dalam rangka pengembangan perguruan tinggi, termasuk dalam hal mengangkat dan memberhentikan pimpinan.
Dalam kuliah umum bersama Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Menteri PDT Helmi Faisal Zaini dan Sekjen Pendis Kemenag Kamaruddin Amin, Ketua STAINU Jakarta menyampaikan, perguruan tinggi yang dipimpinnya untuk tahun ajaran ini telah menerima 31 mahasiswa Muslim dari Thailand.
STAINU Jakarta juga merekrut eberapa ustadz dan santri senior dari kawasan perbatasan Indonesia. “Mereka inilah yang akan menjaga kedaulatan NKRI,” katanya sambil memperkenalkan beberapa mahasiswa antara lain dari Papua, Ambalat dan Aceh.
Ditambahkan, untuk tahun ini STAINU telah memulai program pasca sarjana untuk program studi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dengan konsentrasi pada Kajian Islam Nusantara. S2 Islam Nusantara merupakan yang pertama di Indonesia. Untuk tahun pertama semester ganjil ada 85 terbagi dalam tiga kelas. Mereka telah aktif mengikuti perkuliahan di Pasca Sarjana STAINU Jakarta sejak September lalu. (A. Khoirul Anam)
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Workshop Jalantara Berhasil Preservasi Naskah Kuno KH Raden Asnawi Kudus
3
Rapimnas FKDT Tegaskan Komitmen Perkuat Kaderisasi dan Tolak Full Day School
4
Ketum FKDT: Ustadz Madrasah Diniyah Garda Terdepan Pendidikan Islam, Layak Diakui Negara
5
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
6
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
Terkini
Lihat Semua