Nasional

Penjelasan Ahli Astronomi soal Gerhana Bulan Malam Ini

Sel, 16 Juli 2019 | 14:15 WIB

Penjelasan Ahli Astronomi soal Gerhana Bulan Malam Ini

Gerhana bulan 28 Juli 2018 (foto: Ma’rufin Sudibyo)

Jakarta, NU Online
Rabu (17/7) dinihari nanti akan terjadi peristiwa alam gerhana bulan sebagian sejak pukul 01.44 WIB sampai pukul 07.18 WIB. Ma’rufin Sudibyo, pengurus Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) menjelaskan bahwa durasi yang cukup lama itu merupakan waktu gerhana.

Ia menyebutkan bahwa ada durasi nampak gerhana yang hanya terjadi saat bulan dalam kondisi terbit atau terbenam berbarengan dengan gerhana terjadi.

"Durasi nampak akan selalu lebih kecil ketimbang durasi kasatmata," katanya kepada NU Online pada Selasa (16/7).

Ma’rufin mengungkapkan bahwa gerhana kasatmata akan terjadi mulai pukul 03.02 WIB hingga pukul 06.00 WIB. Sementara puncaknya akan terjadi pada pukul 04.31 WIB.

Ma’rufin menjelaskan bahwa gerhana bulan adalah sebuah peristiwa langit dimana bumi, bulan, dan matahari menempati sebuah garis lurus dalam perspektif tiga dimensi. Ilmu falak, katanya, menyebutnya sebagai konfigurasi syzygy. Dalam gerhana bulan, bumi berkedudukan di tengah, diapit oleh bulan dan matahari.

"Gerhana bulan adalah implikasi dari peredaran bulan mengelilingi bumi dan pergerakan bumi mengelilingi matahari," katanya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa sebagai satelit alamiah yang dimiliki bumi ukuran bulan cukup besar, yakni seperempat dari ukuran bumi. Bulan, jelasnya, beredar mengelilingi bumi pada jarak rata-rata 384.400 kilometer dalam waktu 27,3 hari. Besaran 27,3 hari ini disebut periode sideris (al-fatrah al-falakiy) karena mengacu kepada bintang-bintang yang sangat jauh. Bila mengacu pada matahari, maka dikenal istilah periode sinodis (al-fatrah as-sayanudsi) yang besarnya rata-rata 29,5 hari.

"Periode sinodis inilah yang lebih memberikan pengaruh kepada peradaban manusia. Penerapannya cukup luas mulai dari dasar sistem penanggalan lunar (termasuk kalender Hijriyyah) hingga fenomena gerhana," ucap anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama itu.

Pada dasarnya di setiap pertengahan bulan Hijriah, yakni pada saat bulan purnama, bulan menempati kedudukan di antara bumi dan matahari. Akan tetapi, tidak pada setiap pertengahan bulan Hijriah terjadi peristiwa gerhana bulan. Sebab, katanya, lintasan (orbit) bulan dalam mengelilingi bumi tidak berimpit dengan bidang orbit bumi dalam mengelilingi matahari yang disebut ekliptika (masar al-syams), melainkan membentuk sudut lima derajat.

"Hanya pada saat bulan purnama berkedudukan di ekliptikalah maka gerhana bulan bisa terjadi sehingga dalam setahun Hijriyah hanya berkemungkinan terjadi dua hingga tiga peristiwa gerhana bulan saja," katanya.

Gerhana bulan terjadi, jelasnya, manakala cahaya matahari yang seharusnya tiba di permukaan cakram bulan terhalangi bumi akibat konfigurasi syzygy.

Penghalangan oleh bumi, terangnya, menciptakan dua jenis bayangan, yaitu bayangan inti atau umbra dan bayangan tambahan atau penumbra. Umbra dan penumbra terjadi akibat ukuran matahari yang jauh lebih besar ketimbang bumi. Saat bulan melintasi umbra, secara teoritik takkan ada berkas cahaya Matahari yang bisa jatuh ke permukaan Bulan. 

"Itulah yang menjadikan bulan gelap sepenuhnya di puncak gerhana bulan total, atau gelap sebagian di puncak gerhana bulan sebagian. Sebaliknya bilamana bulan hanya melintasi penumbra, masih cukup banyak berkas cahaya matahari yang tiba di permukaan bulan," katanya. 

Maka dalam peristiwa gerhana bulan unik yang disebut gerhana bulan penumbral (samar), bulan akan nampak seperti biasa saja laksana purnama sempurna meski sedang terjadi gerhana. "Hanya perukyat yang berpengalaman, atau bilamana pengamatan gerhana bulan dilaksanakan dengan menggunakan teleskop atau kamera tertentu sajalah maka gerhana dapat diidentifikasi," jelasnya.

Pria asal Kebumen itu juga mengungkapkan bahwa gerhana bulan malam ini akan teramati di negara-negara Asia, Eropa, hingga Afrika.

Sementara di Indonesia dapat disaksikan dalam kondisi yang tak sempurna. Sebab di Indonesia gerhana berlangsung saat matahari dalam proses terbit. Bagi Jakarta yang akan mengalami kondisi matahari terbit pada pukul 06.05 WIB, maka berkesempatan menikmati gerhana kasat mata dengan durasi kasat matanya.

Namun, hal tersebut tidak dengan wilayah-wilayah di sebelah timurnya. Di Kota Makassar misalnya, dengan matahari terbit diperhitungkan akan terjadi pada pukul 06.10 WITA (05.10 WIB) maka mengalami gerhana dengan durasi tampak 2 jam 8 menit. Di Kota Jayapura yang matahari terbit diperhitungkan akan terjadi pada pukul 05.41 WIT (03.41 WIB) maka durasi nampak gerhana hanyalah 39 menit. 

Disebut gerhana bulan sebagian karena menurut perhitungannya, hanya 65 persen cakram bulan sehingga Bulan purnama sempurna pada saat itu akan berubah menjadi laksana Bulan sabit tebal. (Syakir NF/Kendi Setiawan)