Mataram, NU Online
Warga terdampak gempa bumi Lombok tinggal di tenda-tenda pengungsian tak lama sejak gempa pertama datang. Sulitnya hidup di tenda pengungsian diceritakan Musaini, warga yang mengungsi di persawahan di Lingkungan Tegal, Selagalas, Kota Mataram.
“Kalau mau cari air minum susah mandi juga susah,” katanya, Jumat (31/8).
Ia juga mengaku sedih kalau ditanya anaknya kapan mereka pulang. “Mana bisa pulang? Rumah kita hancur,” ujar Musaini.
Kesulitan lainnya jika malam hari mereka harus merasakan hawa yang sangat dingin, dan siang hari sangat panas.
“Kasihan anak-anak,” kata Saraiah, warga lainnya. Saraiah juga mengkhawatirkan keadaan anaknya yang masih berumur tujuh bulan, jika masih harus lama tinggal di pengungsian.
“Sekarang kita masih sulit mau bikin rumah dari mana uangnya. Untuk sehari-hari juga susah. Sedih sebenarnya kalau menunggu bantuan. Tapi kerja apa juga bingung,” tuturnya.
Kesulitan juga dirasakan para pengungsi di Sambalia, Lombok Timur. Suryadi, warga setempat menuturkan, para pengungsi mengkhawatirkan datangnya penyakit dan kondisi musim hujan yang mungkin sebentar lagi akan turun. Beberapa kali di akhir Agustus lalu, hujan turun di pengungsian.
“Kasihan orang tua dan anak-anak,” katanya yang ditemui NU Online, Rabu (29/8) malam.
Di Dusun Kopang, Desa Medana, Tanjung, Lombok Utara, H Ali Akbar mengatakan kebutuhan terpal masih tinggi. Ia dan keluarganya sementara bisa tinggal di rumah pohon miliknya, Tetapi, warga lainnya harus tinggal di tenda-tenda.
“Tenda mulai rusak karena kualitasnya jelek,” ujarnya.
Mengantisipasi persoalan tersebut, NU Peduli terus melakukan pendampingan melalui layanan kesehatan, bantuan logistik, dan psikososial. NU Peduli juga merancang pendirian bantuan hunian sementara dan pengiriman guru ngaji ke Lombok. (Kendi Setiawan)