Tangerang Selatan, NU Online
Direktur Program Studi Timur Tengah dan Islam di Universitas California Riverside Muhamad Ali mengatakan, dalam sejarahnya perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh luar atau dunia Barat.
Misalnya pada awal abad ke-20, negara-negara yang masuk wilayah Nusantara seperti Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, hingga Thailand, juga berinteraksi secara intensif dengan negara-negara Barat. Interaksi itu bisa berlangsung karena penjajahan atau yang lainnya.
“Interaksi itu selalu ada sejak zaman dulu sampai sekarang,” kata Ali saat mengisi diskusi di Sekretariat Islam Nusantara Center (INC) di Tangerang Selatan, Kamis (12/7).
Akibat dari interaksi dengan dunia luar utamanya Barat atau penjajahan, lanjut Ali, sedikit banyak telah mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat Nusantara. Misalnya dalam bidang pendidikan, hukum, politik, dan lainnya.
“Terjadi pembidangan, pemisahan (antara Islam dan budaya masyarakat Nusantara),” ucapnya.
Dalam bidang pendidikan, ada sekolah umum dan ada sekolah agama. Pemisahan ini didasarkan pada seberapa besar ilmu agama dan ilmu umum yang diajarkan di sekolah tersebut. Bahkan, pemisahan ilmu agama dan ilmu umum juga merupakan pengaruh dari kolonialisme.
Begitu pun dalam bidang hukum, ada pengadilan sipil dan ada pengadilan agama. Dalam praktiknya, masyarakat Nusantara menyatukan syariat dan adat. Tidak ada pemisahan antara keduanya. Lalu datang lah penjajah dan membuat pemisahan-pemisahan itu. Naasnya, pemisahan-pemisahan itu masih dipertahankan hingga hari ini.
“Islam dan penjajahan berbeda secara ideologis. Tidak mungkin Islam mengakui penjajahan, tapi kenyataannya administrasi dan birokrasinya dipengaruhi kolonial,” terang Dosen UIN Jakarta ini. (Muchlishon)