Nasional

Pelajaran dari Sukses Turki untuk Indonesia

NU Online  ·  Kamis, 24 Mei 2018 | 07:30 WIB

Jakarta, NU Online
Turki menjadi negara muslim demokrasi yang berhasil membangun ekonomi. Dalam perkembangannya, dari negara tersebut lahir teknokrat dan pengusaha baru. Hal ini yang belum dilakukan oleh Indonesia sebagai negara yang demokrasi dan juga berpenduduk Muslim terbanyak.

"Ini yang belum dilakukan Indonesia. Demokrasi kita masih pada level perebutan kekuasaan," ujar Direktur Muslim Moderate Society Zuhairi Misrawi usai mengisi acara peluncuran buku Turki: Revolusi Tak Pernah Henti karya Trias Kuncahyono di Menara Kompas, Palmerah, Jakarta, Rabu (23/5).

“Kelas menengah Muslim baru bermunculan sehingga dapat meningkatkan kualitas ekonomi,” katanya. Lebih dari itu, hal tersebut, lanjutnya, menjadikan demokrasi Turki sangat produktif.

"Turki dengan melahirkan kelas menengah Muslim baru, menjadikan demokrasinya sangat produktif,"

Hal lain yang menjadi pelajaran dari Turki untuk Indonesia adalah keragaman yang mereka bangun. "Keragaman agama, keragaman suku, keragaman mazhab itu menjadi sangat penting," kata pria yang akrab disapa Gus Mis itu.

Cinta tanah air mereka juga patut menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia. Ideologi republikanisme dan Kemalisme membuat bangsa Turki sangat bangga dengan tanah airnya. "Cinta tanah air sangat penting dibangun oleh kita karena Turki relatif bisa membangun nasionalismenya," ujarnya.

Oleh karena itu, penting bagi Indonesia, untuk membangun pendidikan dan ekonomi guna meningkatkan kualitas demokrasinya.

"Pendidik (dan) ekonomi itu harus digenjot karena membantu kualitas demokrasi kita," ungkapnya.

Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dipimpin oleh Erdogan berkampanye dengan sokongan pengusaha-pengusaha muda. Mereka bersinergi untuk kemenangan AKP.

"Mereka itu dana(kampanye)nya itu bukan dari APBD, dananya dari pengusaha-pengusaha muda,"katanya saat berbicara di hadapan puluhan hadirin yang memadati ruang diskusi.

Kegiatan itu juga dihadiri cendekiawan Muslim Indonesia Komaruddin Hidayat. (Syakir NF/Ibnu Nawawi)