Nasional

Pelajar NU dan Muhammadiyah Desak Pendidikan Nasional Ditinjau

NU Online  ·  Senin, 5 November 2012 | 01:47 WIB

Cikini, NU Online
Dialog Pendidikan yang digagas oleh Pelajar NU dan Pelajar Muhammadiyah di Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini – Jakarta (03/11/2012) malam, merupakan ijtihad kolektif untuk merevitalisasi kurikulum pendidikan nasional. 
<>
Kegiatan yang dilaksanakan oleh OKP Pelajar terbesar di Indonesia ini merupakan bentuk kepedulian sekaligus evaluasi atas penyelenggaraan pendidikan nasional. Selain itu, kurang bijaknya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam merespons persoalan pelajar membuat banyak pihak mempertanyakan kinerja Kemendikbud itu sendiri.

Menurut M Abdul Idris, Wasekjend PP Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama. saat ini banyak buku pelajaran tentang karakter kebangsaan di sekolah-sekolah yang tumpang tindih. Mata pelajaran yang diulang-ulang, yang sudah diajarkan di SLTP/MTs masih diulang di SMA/Aliyah, bahkan beberapa substansi pelajaran kewarganegaraan orientasi isinya mengarahkan pelajar sebagai political man, yang seharusnya mengajari bagaimana menjadi warga negara yang baik (negarawan), 

“Itu contoh kecil. Keberadaan kurikulum ini harus ditinjau lagi sehingga pendidikan berbasis  karakter bangsa tidak sekedar simbol program,” kata Idris.

Idris menilai, saat ini terutama di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, remaja dan pemuda mudah sekali tawuran, kekerasan dan tindakan menyimpang lainnya. Hal ini terjadi, lantaran minimnya perhatian terhadap implementasi kurikulum pendidikan yang tidak berpihak pada pembentukan moral dan mentalitas anak didik. Jika peranan OSIS sebagai organisasi intra belum maksimal, maka PP IPNU dan PP IPM siap mengirimkan kader terbaiknya (kakak pembina) untuk menjadi patners pembina OSIS.

“Bahkan kami siap mendirikan komisariat di setiap sekolahan sebagai ruang belajar keagamaan dan kepemimpinan bagi pelajar,” tandasnya. 

Sementara itu menurut KetuaUmum PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah Danik Eka R, institusi pendidikan harusnya menjadi ruang yang nyaman dan tidak memenjarakan kreatifitas, tidak memposisikan pelajar sebagai objek dari “monarki” sistem pendidikan yang mendikte bahkan membunuh perkembangan dan kecerdasan anak. Kurikulum pendidikan sebagai sistem integral dari nilai kemanusiaan secara utuh, fleksibel dan dialogis. Stakeholder pemerintah harusnya mengurangi “egosentris” memunculkan diri dari masing-masing lembaga yang diusung. Lebih fatalnya jika penyusunan kurikulum based on issue, akan semakin menambah target capaian belajar tanpa ada internalisasi input pengetahuan yang matang.

Mahasiswi Pascasarjana UI ini menambahkan salah satu penyebabnya karena proses kemanusiaan dalam pendidikan belum tuntas dengan beban sosial yang semakin akut. Saatnya setiap penyusunan kebijakan di dunia pendidikan menggunakan prespektif kebutuhan pelajar sebagai pihak yang akan dikenai dari kebijakan tersebut.


Redaktur: Mukafi Niam