Nasional RUU PESANTREN

PBNU Ungkap Pentingnya RUU Pesantren Segera Jadi UU

Jum, 4 Januari 2019 | 13:00 WIB

Jakarta, NU Online
PBNU menilai sangat penting Rancangan Undang-Undang (RUU) segera menjadi Undang-Undang (UU). Wakil Sekretaris Jenderal PBNU H Masduki Baidlowi mengungkapkan pentingnya RUU tersebut menjadi UU dengan mengungkapkan tiga fungsi strategis pesantren dalam perjalanan sejarah bangsa ini. 

Pertama, pesantren sebagai lembaga pengajaran agama. Pesantren, kata dia, dari waktu ke waktu mengajarkan literatur-literatur Islam klasik dan modern yang cocok dengan nila-nilai negara kebangsaan. 

“Literatur-literatur yang diajarkan di pesantren selama ini melahirkan SDM yang tasamuh (berlaku baik, lemah lembut), punya pandangan pluralis, yang kompatibel (cocok, red.) dengan paham kebangsaan,” katanya di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (4/1) sore.  

Kedua, pesantren memiliki fungsi sebagai lembaga dakwah. Fungsi ini tak kalah strategisnya dengan fungsi sebagai lembaga pendidikan. Di pesantren, kiai biasanya dai atau mubaligh (penceramah) yang mengajarkan santri untuk berdakwah.

“Dalam hadits nabi, ballighu 'anni walau ayyah (sampaikan dariku walau satu ayat (red.), bahwa al-ulama'u warastul anbiya (ulama adalah ahli waris para nabi, red.), ulama memili misi profetiknya,” jelasnya.  

Ketiga, fungsi pesantren sebagai lembaga pemberdayaan. Selama ini negara mempunyai banyak masalah, salah satunya pengangguran. Ternyata para lulusan sekolah selama ini kurang memiliki jiwa entrepreneurship (kewirausahaan). Sementara pesantren masih memilikinya. 

“Pesantren Sidogiri, BMT-nya bernilai 13 triliun. Luar bisa. Dengan demikian, pesantren tidak risau dominasi dagang orang luar. Bagaimana kalau pesantren-pesantren yang jumlahnya banyak bisa dikembangkan seperti itu?” katanya.  

Di dalam bidang pemberdayaan ini, lanjut dia, memang pesantren kurang tampak karena selama puluhan tahun dikebiri Orde Baru sehingga tidak berkembang. Jika dicek dalam sejarah, kiai-kiai pesantren merupakan pedagang yang sukses. Biasanya basis usahanya adalah rokok dan batik. 

Dua fungsi terakhir itu, kata Masduki, tidak dilihat oleh pihak lain, termasuk negara. Selama ini hanya dilihat pada aspek pendidikan saja. Pada aspek itu pun, pada rumusan dan praktiknya terpinggirkan oleh pihak sekolah. 

Tiga fungsi strategis tersebut, lanjutnya, dalam waktu dekat ini akan disampaikan kepada Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan Kementerian Agama saat mereka menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Kedua pihak tersebut akan menjadi perwakilan pemerintah saat membahas RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan bersama DPR. (Abdullah Alawi)