Nasional

PBNU: Setelah Minta Maaf, Mendikbud Harus Evaluasi Program Organisasi Penggerak

Sel, 28 Juli 2020 | 14:15 WIB

PBNU: Setelah Minta Maaf, Mendikbud Harus Evaluasi Program Organisasi Penggerak

Ketua PBNU Bidang Pendidikan Hanief Saha Ghafur

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Bidang Pendidikan Hanief Saha Ghafur mengatakan bahwa PBNU dengan senang hati menyambut baik permohonan maaf Mendikbud Nadiem Makarim terkait Program Organisasi Penggerak (POP). 


“PBNU dengan senang hati jika (soal) permohonan maaf kita terima, tapi harus ada evaluasi. Pak Nadim perlu evaluasi POP itu,” kata Hanief, Selasa (28/7) malam.


Menurutnya, Mendikbud harus memberikan fokus bukan hanya kepada pembinaan guru, namun juga penguatan interaksi guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan sesama siswa.


Hanief menganggap wajar adanya sejumlah protes dari beberapa pihak terkait kebijakan POP yang sala di antaranya menyalurkan melalui Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation. Namun kini telah diklarifikasi Mendikbud. 


“Terkait dengan dana itu kan sebetulnya dana APBN jadi banyak yang marah. Kok dikasih ke organisasi atau lembaga yang seharusnya menjadi donor. Ketersinggungannya di situ. Harus dievaluasi lembaga yang menjadi donor tidak perlu dilibatkan jika untuk penguatan organisasi pendidikan penggerak,” kata Hanief. 


Hanief menambahkan, Mendikbud perlu belajar kepada negara-negara seperti Amerika dan Eropa di mana lembaga donor justru mendanai LSM atau NGO.


Karena itu, menurut Hanief jika mengajak kementerian maka partisipasnya dengan biaya LSM. Sedangkan pemerintah mendanai ormas kemasyarakatan dan pendidikan yang bermitra dan bermitra dengan Kementerian. 


“Mendikbud perlu belajar itu. Tidak perlu melibatkan sampai memberi uang membiayai apalagi dana yang diberikan sampai 20 miliar. Sebaliknya Tanoto Faundation, Djarum Foundatiom diajak dan didorong mendanai LSM bidang pendidikan yang memang konsen di bidang penguatan guru,” katanya.


Di tengah situasi pandemic saat ini, lanjut Hanief, Kemdikbud juga harus membantu pihak atau level yang paling lemah. Dalam hal ini bukan hanya guru, tapi juga penguatan pembelajaran siswa. 


“Yang paling lemah itu siapa? Ya, TK, SD, SMP. Di SMA sudah lumayan karena ada gadget dan lainnya. Pada level wilayah pembelajaran yang paling lemah di desa yang tidak terjangkau internet atau kuota,” kata Hanief.


Ia menambahkan dampak pembelajaran daring mungkin akan melahirkan klaster ketidakbermutuan dalam pendidikan. Klaster tidak bermutu akan muncul saat pandemic ini di desa di SD, SMP di daerah miskin.


“Itu yang perlu diperkuat. Jangan hanya POP fokus ke guru, tapi perluas juga kepada titik-titik terlemah dari proses pembelajaran. Sebab itu yang jadi ancaman nyata adalah ketidakbermutuan pendidikan. Jangan hanya ke urusan guru, tapi pembelajarannya juga,” tegasnya.


Nadiem mengklarifikasi tentang pihak Tanoto Foundation dan Putera Sampoerna Foundation dalam POP. Menurutnya, Kemdikbud telah menyepakati bahwa partisipasi mereka dalam kolaborasi program tersebut tidak akan menggunakan dana dari APBN sepeserpun. 


“Mereka akan mendanai sendiri aktivitas programnya tanpa anggaran dari pemerintah. Harapan kami, ini akan menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan, dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan,” katanya. 


Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Abdullah Alawi