Nasional

PBNU Apresiasi Sikap Presiden terkait FCTC

NU Online  ·  Sabtu, 8 Maret 2014 | 07:06 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengapresiasi sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang belum akan meratifikasi konvensi kerangka kerja untuk pengendalian tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
<>
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Muhammad Sulthan Fatoni mengatakan, isu ratifikasi FCTC dan polemik UU Kesehatan  telah mengganggu petani tembakau untuk memperoleh hak-hak dasar kehidupannya. Sikap Presiden dinilai sebagai bentuk keberpihakan terhadap rakyat.

“Ini soal perlindungan, keadilan, kesejahteraan, dan perbaikan hidup masyarakat yang harus dipenuhi Pemerintah. FCTC itu simbol kekuatan ekonomi global, dan patut disyukuri sikap Presiden yang tanpa ragu berada di pihak rakyat,” kata Sulthan di Jakarta, Sabtu (8/3).

Sebagai tindak lanjut atas keputusan Presiden SBY tersebut, Sulthan berharap Pemerintah agar lebih sensitif terhadap isu-isu pertanian, sekaligus fokus menyelesaikan persoalan pertanian.

“Saat ini petani butuh perhatian di sektor permodalan, infrastruktur, perlindungan harga pascapanen, dan tata niaga yang baik. Sejak empat tahun terakhir kami terjun melakukan pendampingan, itu yang mendesak dibutuhkan oleh petani,” pungkas Sulthan.

Pemerintah melalui Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Jumat (7/3) kemarin, mengatakan hingga saat ini Presiden belum menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang standarisasi tembakau sesuai dengan yang ada di luar negeri.
 
"Jadi memang pada saat sekarang, ratifikasi FCTC belum kami terima dan Presiden tidak ada yang mengatakan bahwa sudah menyetujui ratifikasi FCTC itu dari Kemenkes atau dari Kemenkokesra. Kami sedang menunggu," ujar Dipo.
 
Menurut Dipo, banyak pertimbangan mengapa Presiden SBY hingga saat ini belum menandatangani Perpres tersebut. Salah satunya adalah memperhatikan nasib petani tembakau. Dengan alasan itu Dipo meminta petani tembakau dan cengkeh tidak melakukan demonstrasi lagi.

"Industri rokok kretek tembakau petani sangat penting. Dari cukai saja sudah capai Rp 110 triliun. Dan total Rp 150 triliun penerimaan negara baik dari pajak pph, pajak daerah. Jadi saya kira barangkali kita tidak akan gegabah untuk itu," jelas Dipo. (Samsul Hadi/Mahbib)