Nilai-nilai Aswaja Bedakan PMII dari Organisasi Kepemudaan Lain
NU Online · Kamis, 2 Juni 2016 | 11:30 WIB
Sebagai organisasi kemahasiswaan, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki organanisasi lain. Tidak hanya mengedepankan aspek modernitas saja, namun juga tetap membawa aspek tradisionalitas. Sama halnya dengan kaidah fiqih, al-muhafadhatu alal-qadimish-shalih wal akhdzu bil jadiidil-ashlah (melestarikan tradisi lama yang bagus dan mengadopsi hal-hal baru yang lebih bagus).
Demikian yang disampaikan seorang Muntaha, akademisi Universitas Islam Indonesia pada Diskusi Publik dan Rapat Kerja Cabang PMII Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan tema "Tafsir Ber-PMII dalam Konteks Kepemudaan, Akademis dan Politik".
Pria alumnus PPMI Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga ini menyatakan bahwa kader PMII hendaknya tidak mengabaikan bidang akademik. "Kelemahan anak-anak PMII itu kalau ditanya soal akademik pasti pada kalang kabut," ujarnya sambil terkekeh.
Muntaha menegaskan betapa pentingnya dunia akademik dalam menjawab tantangan zaman. Beberapa di antaranya yaitu PMII harus mengembangkan riset yang mendalam, sebagai katalis wacana dalam berbagai bidang, menjadi gerakan intelektual di tengah kemacetan wacana, tempat titik temu antara teoritis dan praktis, membangun sumber daya sesuai keilmuan masing-masing.
Berbeda halnya yang dikatakan Abdul Halim, Wakil Bupati Bantul bahwa penting bagi kader PMII untuk memahami aspek politik secara utuh. Namun, tanpa harus meninggalkan tradisi yang dianut. "Politik yang harus diperagakan kader PMII yaitu politik nilai, bukan politik praktis," tuturnya.
Banyak orang yang salah mengartikan tentang makna politik. Sebenarnya politik merupakan wasilah (alat) untuk membawa nilai-nilai yang diyakini dan dianut ke ranah manajemen pemerintahan. "Sedangkan nilai-nilai kita itu Ahlussunnah wal Jama'ah," ujarnya
Abdul Halim menyatakan, masa depan mensyaratkan kompetisi. Dalam ranah perpolitikan, Nahdlatul Ulam (NU) secara umum mempunyai peran strategis. Karena NU memiliki prinsip tawasuth, tasamuh, tawazun. dan ta'adul, ia pun mampu merangkul kaum ekstrem kiri dan ekstrem kanan. Wakil bupati asal Rembang itu juga berpesan kepada kader PMII yang notabenenya lahir dari rahim NU, hendaknya tidak hanya menjadi kader NU semata, melainkan kader bangsa untuk membangun bangsa.
Diskusi publik ini dihadiri oleh kader PMII dari komisariat serta rayon di berbagai kampus di Yogyakarta, seperti UIN Sunan Kalijaga, Universitas Islam Indonesia (UII), Stimik An-Nur. Setelah selesai baru kemudian rapat kerja dimulai.
Diskusi yang di selenggarakan di Gedung Conventional Hall Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga, Rabu (1/6) ini bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila. Rektor Baru UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi yang dijadwalkan mengisi turut acara ternyata berhalangan hadir karena mantan aktivis PMII Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga ini mendapat panggilan mendadak dari kementerian. (Ahmad Solkan/Mahbib)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua