Nasional

Monopoli Usaha Bertentangan dengan Pancasila

Jum, 1 Februari 2019 | 04:00 WIB

Jakarta, NU Online
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Hj Erma Siti Mukaromah menentang keras adanya monopoli dalam dunia usaha. Sebab hal tersebut nyata-nyata bertentangan dengan sila ke lima dalam Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Monopoli itu bertentangan dengan sila ke lima dalam Pancasila. Artinya bahwa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesa menjadi semakin jauh karena faktanya termonopoli oleh suatu kelompok kecil saja," katanya usai mengisi Focus Group Discussion (FGD) tentang ‘Problematika Tataniaga di Indonesia: Telaah RUU Larangan Monopoli’  Gedung PBNU, Jakarta pusat, Kamis (31/1).

Menurut Erma, ketika monopoli usaha terjadi, maka sisi keadilan menjadi hilang dan perputaran ekonomi yang merata di masyarakat tidak terwujud.

"Nanti istilah 'yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin akan terus berlaku'. Orang punya model usaha apa pun nanti di tengah jalan akan dimatikan (kalah sama pelaku usaha besar)," kata Erma

Ia mencontohkan, di Kabupaten Banyumas lebih dari 29 ribu kepala keluarga berprofesi sebagai petani penderes gula, tapi usahanya tidak mampu menyejahterakan ekonomi mereka karena terjadi praktik monopoli usaha.

"Padahal gula itu adalah pangsa pasar yang sangat diminati oleh dunia karena salah satunya sehat, organik, dan hari ini yang dibutuhkan oleh pasar dunia itu," ucapnya.

Oleh karena itu, dengan adanya RUU iitu, diharapkan monopoli usaha tidak terjadi lagi dan ekonomi masyarakat menjadi berdaya karena keinginan masyarakat sendiri. Mereka tidak menginginkan yang lebih.

"Kebutuhan masyarakat hari ini ‘kan sebatas cukup saja. Cukup dalam artian kesehariannya dia dicukupkan, pendidikan cukup, kesehatannya cukup. Saya pikir (keinginan) masyarakat tidak berlebih-lebihan," jelasnya.

Perlu diketahui bahwa RUU Anti Monopoli menjadi salah satu pembahasan oleh Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah pada Munas NU di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo Kota Banjar Jawa Barat pada akhir Februari 2019 (Husni Sahal/Aryudi AR)