Mengenal Manhaj Salafi Wahabi untuk Bentengi Aswaja An-Nahdliyah
NU Online Ā· Senin, 7 Desember 2015 | 01:05 WIB
Jombang, NU Online
Untuk membentengi paham Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) annahdliyah, warga Nahdhatul Ulamaā (NU) hendaknya mengenal tentang Manhaj (metode) Salafi Wahabi, Abu Zahroh dalam kitabnya āThoriqul Madzahibā mengungkapkan tentang berbagai manhaj yang ada dalam Islam. Demikian dikatakan KH Wazir Ali dalam pertemuan rutin Rais Syuriah MWCNU se Jombang dengan Jajaran Syuriah PCNU Jombang di aula PCNU seteempat, Ahad (06/12) kemarin.<>
Menurut salah satu Wakil Syuriah PCNU Jombang ini, menukil pendapat Syekh Abu Zahroh, ada 5 (lima) manhaj dalam Islam. Manhaj tersebut yang pertama adalah Manhaj Falasifah, yang menggunakan ayat-ayat teologi dan nalar (rasio) dalam menerangkan tentang ketuhanan.
Manhaj yang kedua lanjutnya, yaitu Manhaj Mutakallimin (Muātazilah). Madzhab ini secara umum menggunakan qodiyah aqliyah (ketetapan nalar) daripada nash al-Qurāan. Akal digunakan untuk memaknai nash. Ayat-ayat yang terkait dengan aqidah harus sejalan dengan dengan rasio, meskipun terkadang keluar dari ketentuan nash al-Qurāan.
Manhaj selanjutnya, tambah dia, adalah Manhaj Maturidiyah yaitu Ā memahami dengan nash al-Qurāan dan Hadist tetapi juga didukung oleh rasio. Kemudaian yang keempat, yakni Manhaj Asyāariah yang selalu berpegang kepada al-Qurāan dan Hadist tetapi juga tidak mengenyampingkan rasio (dalil-dalil aqliyah). Dan yang terahir Manhaj Salafi/Wahabi. Manhaj ini hanya menerima nash al-Qurāan dan Hadist tanpa melakukan taāwil (menggunakan rasio) sama sekali.
Bahasan kali ini, menurut Kiai Wazir, fokus pada Salaf Wahabi. Mereka sama sekali tidak mau menggunakan taāwil (akal) dalam meengartikan nash al-Qurāan dan Hadist. āSehingga mereka dalam megartikan ayat yadullah fauqo aidihim, akan mengartikan yadullah, tangan Allah SWT (dalam arti seperti makhluq), karena itu mereka dikatakan juga berpaham mujassimah (men-jisim-kan Allah SWT)ā, katanya.
Kiai Wazir menjelaskan bahwa paham Salafi Wahabi pertama-tama dikembangkan oleh Muhammad Bin Abdul Wahab. Seorang Ulama yang belajar dari gagasan Ibn Taimiyah dan madzhab Hambali. āDia mengembangkan paham mujassimah-nya di kampung halamannya, tetapi ditolak oleh keluarga dan masyarakatnya. Di saat keluarga Ibn Saud, atas bantuan pembesar militer Inggris, berhasil menguasai jazirah Arab, menggunakan paham yang dikembangkan Muhammad bin Abdul Wahab sebagai asas teologinya,ā jelasnya.
Paham ini berlebihan dalam memaknai bidāah (tawassaāa fil bidāah), tidak saja dalam urusan ibadah, tetapi semua hal yang tidak ada dalam sunnah dikatakan sebagai bidāah, dan bidāah apapun bagi mereka adalah dlolalah (sesat). āMereka tidak mengenal bidāah sayyi-ah (buruk) adan hasanah (baik). Misalnya, tentang jenggot, bukan persoalan ibadah. Karena Nabi SAW berjenggot, maka bagi mereka memotong jenggot haram,ā terangnya.
Ia juga menceritakan salah satu ajaran kaum Salafi Wahabi, saat datang ke suatu tempat baru, yang dituju pertama kali adalah kuburan (makam). Kuburan yang ada cungkupnya akan dibongkar, karena mereka tidak mau menyamakan kuburan dengan masjid sehingga mereka tidak mau kuburan ada cungkupnya. Meraka juga melarang taqorrub kepada Allah SWT dengan tawassul melalui orang-orang sholeh dan para wali, serta melarang istighotsah dan tawassul kepada orang yang sudah meninggal dunia. (Syamsul/Mahbib)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
6
Khutbah Jumat: Merajut Kebersamaan dengan Semangat Gotong Royong
Terkini
Lihat Semua