Nasional EKSPEDISI ISLAM NUSANTARA (45)

Mengenal Kerajaan Islam Indragiri

NU Online  ·  Jumat, 13 Mei 2016 | 01:01 WIB

Jika bertandang ke Kabupaten Indragiri Hulu, kita bisa menyaksikan sisa-sisa Kerajaan Islam Indragiri. Kerajaan tersebut erat kaitannya dengan Kesultanan Malaka. Bahkan tiga raja awal tidak berada di Indragiri, melainkan di Malaka. Baru pada masa Raja Narasinga II, raja menetap di wilayah kerajaan Indragiri.

Menurut penurutan petugas BPCB Batu Sangkar Wilayah Sumbar, Riau dan Kepri Saharan Sepur awal berdiri pada mulanya Kesultanan Indragiri adalah Kerajaan Keritang. Raja pertamanya adalah Raja Kecik Mambang yang memerintah kurang lebih 1200-an.

Menurut dia, ada lima fase geografis dari kesultanan tersebut, yaitu dari Keritang yang menurutnya disebut fase cikal-bakal. Kedua, fase Pekan Tua (sekarang masuk Kabupaten Indragiri Hilir), yaitu pada masa tahun 1400-an.

Pada fase ketiga, kesultanan tersebut dipindahkan ke Kota Lama (sekarang wilayah Kabupaten Indragiri Hulu) sekitar tahun 1508. “Dijemputlah Narasinga II untuk jadi sultan keempat,” katanya karena raja-raja sebelumnya tidak tinggal di Indragiri. Pada masa Narasinga II ini pusat pemerintahan berada di kota tersebut selama 200 tahun dengan 13 sultan yang memimpin.

“Narasinga II, beliau adalah sultan yang keempat atau sultan yang pertama di Indragiri. Sebelumnya tiap sultan berada di Malaka dan dimakamkan di Malaka,” katanya kepada Ekspedisi Islam Nusantara di kompleks pemakaman sultan-sultan Indragiri yang dulunya pusat pemerintahan seluas 16,19 ha.

Menurut dia, nama Islam Narasinga II adalah Paduka Maulana Sri Sultan Alaudin Iskandarsyah Johan Zikrullah fil Alam. “Nara itu orang, singha itu perkasa. Dari bahasa sansekerta. Sebuah simbol kekuatan. Pada zaman dia juga, ia turut membantu Malaka mengusir Portugis pada tahun 1511,” jelasnya.

Kemudian pusat pemerintahan berpindah lagi ke daerah Raja Pura atau Japura (wilayah Kabupaten Indragiri Hulu sekarang). Kemudian terakhir dipindahkan lagi oleh Sultan Ibrahim ke Rengat (wilayah Kabupaten Indragiri Hulu sekarang).

Perpindahan-perpindahan tersebut, menurut Saharan, berdasarkan letak geografis yang lebih strategis. “Kenapa dipilih Kota Lama, leluhur kita mempelajari keletakan geografis karena wilayah tersebut dikelilingi rawa dan perbukitan sebagai benteng alam,”

Sebagai kerajaan Islam, Kesultanan Indragiri memiliki mufti-mufti yang terkenal atau penasihat sultan. Penasihat Sultan narasinga II adalah seorang ulama besar dari Aceh Abdurrauf As-Singkili. Penasihat itu dilanjutkan Syekh Maulana Ali atau Datuk Puting beliung, dilanjutkan Sayid Ali al-Idrus. Diteruskan imam harun. Dilanjutkan Maulana Ali Naqsyabandiyah.

“Ada semacam warisan nilai budaya, dari kesultanan. Ada sejarah, ada seni, dan nilai-nilai. Seni secara turun-temurun adalah syair atau sastra lisan atau surat kapal yang menyampaikan sebuah kisah lazim digunakan pada pernikahan yang mengisahkan dari awal perkenalan sampai pada akad nikah sampai pesta. Ada berbetuk syair nandung atau pantun nasihat yang ada dalam kandungan,” jelasnya. (Abdullah Alawi)