Nasional

Mengapa NU Gunakan Metode Istinbath Jama’i dalam Bahtsul Masail?

Jumat, 20 September 2024 | 19:00 WIB

Mengapa NU Gunakan Metode Istinbath Jama’i dalam Bahtsul Masail?

Katib Syuriyah PBNU KH Sarmidi (kiri) Husna mengisi Seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail Metode Penetapan Awal Bulan Hijriyah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin (STS) Jambi, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Jumat (20/9/2024). (Foto: NU Online/Aji)

Jakarta, NU Online 

Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sarmidi Husna mengungkapkan bahwa metode istinbath jama’i atau putusan hukum yang ditentukan secara bersama-sama dalam bahtsul masail dapat memecahkan masalah kemasyarakatan dan keagamaan di tengah-tengah umat.


Kiai Sarmidi mengatakan hal tersebut saat Seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail Metode Penetapan Awal Bulan Hijriyah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sulthan Thaha Saifuddin (STS) Jambi, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Jumat (20/9/2024).


"Istinbath jama’i itu menggali hukum yang berdasarkan dengan nash (hukum mutlak) seperti Al Qur'an, Hadist, Ijma, dan Qiyas yang memang dulu belum ada hukum, makanya istinbath hukum yang baru ini dilakukan dengan banyak orang atau secara jama'i," katanya.


Metode tersebut dipilih oleh NU dalam forum bahtsul masail ini, kata Kiai Sarmidi, karena saat ini belum ditemukan ulama yang tingkatannya mujtahid seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.


"Karena tidak memenuhi syarat ini makanya harus digotong ditanggung oleh banyak orang sehingga putusannya itu putusan bersama," jelasnya.


Kiai Sarmidi mengatakan bahwa Istinbath jama'i dapat dipakai sebagai rujukan para ulama untuk menentukan hukum sebuah perkara. Karena istinbath jama'i tetap menggunakan nalar kaidah fiqih dan ushul fiqih dengan merujuk kepada ulama madzhab.


"Istinbath jama’i adalah upaya secara kolektif untuk mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya dengan menggunakan qawa’id ushuliyah," ungkapnya.


Terkait kontekstualisasi hukum menggunakan istinbath jama'i dengan zaman sekarang, Kiai Sarimidi mengungkapkan bahwa dengan cara membaca teks-teks lama untuk bisa dipahami dengan mempertimbangkan konteks atau latar belakang yang relevan.


"Kalau teks-teks lama itu tidak relevan terutama teks-teks hasil ijtihadiyah, nash bisa kita ditinjau ulang, bisa direvisi, bisa dibikin baru dengan konteks sekarang," katanya.


"Kalau kita sudah istinbath hukum itu berarti sudah melihat bahwa memnag ada konteks baru, ada persoalan baru memang dulu diputuskan oleh ulama dahulu dan perlu kita putuskan," tambahnya.


Saat acara seminar berlangsung, hadir pula oleh puluhan Pengurus Wilayah (PWNU), Pengurus Cabang (PCNU), Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama, dan Puluhan Pesantren yang tersebar di Jambi, Kepulauan Riau, dan Riau. 


Seminar Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail terselenggara atas kerja sama PBNU dengan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Kementerian Agama RI. 


Forum ini diselenggarakan secara berkelanjutan di 12 titik yang tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, dan Maluku.