Menaker: Indonesia Siap Hadapi Revolusi Industri 4.0
NU Online · Selasa, 16 Oktober 2018 | 19:30 WIB
“Demikian pula menghadapi revolusi industri 4.0, semua orang heboh. Tapi saya yakin at the end juga bisa survive, hanya masalahnya tahapan RI 1.0 hingga RI 3.0, berjalan lebih predictable karena waktunya lebih panjang," ujar Hanif dalam acara pertemuan regional bertema Workshop 4.0 The Fourth Industrial Revolution, Digitalization & Work 4.0 – A Right To Training? di Jakarta, Selasa (16/10).
Â
Hanif mengatakan untuk menghadapi RI 4.0 dan konsekuensi yang muncul di tingkat industri, pekerjaan dan skill yang dibutuhkan, skema perlindungan tenaga kerja di masa depan, pemerintah, industri dan serikat pekerja, dunia usaha, LSM dan kalangan serta perguruan tinggi harus mengatasinya secara bersama.
Â
“Semua pihak harus ngepung persoalan ini, sehingga investasi SDM bisa merespon perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi," kata Hanif
Â
Hanif menjelaskan RI 4.0 sederhananya adalah proses produksi di seluruh dunia yang mengkombinasikan tiga unsur penting, yakni manusia, mesin atau robot dan big data. Kombinasi tiga unsur itu akan menggerakkan seluruh produksi menjadi lebih efisien dan lebih cepat dan lebih massif.
Â
"Tak semua orang menyadari ada pekerjaan-pekerjaan akan hilang, tapi di lapangan sudah banyak menemukan pekerjaan yang dulu ada, sekaranga tiba-tiba menjadi tidak ada. Lalu muncul pekerjaan-pekerjaan baru," katanya.
Â
Adanya RI 4.0 diakui Hanif, juga akan merubah banyak hal termasuk perubahan di tingkat industri. Industri akan bertransformasi karena proses produksinya berubah. “Ini juga belum banyak disadari termasuk oleh serikat pekerja, LSM, dan dunia usaha," katanya.
Â
Ketika proses produksi berubah kata Hanif, maka proses bisnisnya juga berubah. Contohnya isu job security. Dalam dunia sekarang ini, pasti konsepnya juga berubah dan respons kita juga berubah, “ katanya.
Â
Hanif menambahkan hingga saat ini pemerintah terus melakukan pemetaan pekerjaan di masa depan khususnya di sektor dan profesi yang tumbuh dan akan berkembang dan tak lagi relevan.
Â
Ketika pekerjaan berubah, Hanif mengatakan maka hal ketiga yang berubah adalah tuntutan skills-nya. “Ini jadi pekerjaan besar, ketika tuntutan skills-nya berubah, bagaimana skema pendidikan dan pelatihan kita bagaimana? Banyak perguruan tinggi yang didirikan masa Belanda dan sebelum kemerdekaan, hingga hari ini fakultasnya masih sama. Sementara pekerjaan sudah berubah. Jadi fakultas baru dan kejuruan baru muncul, tapi kejuruan lama masih ada. Belum lagi kecepatan skills," katanya.
Â
Hanif menegaskan isu pelatihan vokasi (vocational training) perlu mendapat perhatian penting karena memiliki kelenturan dalam mendorong perubahan skills di masyarakat. "Vocational training menjadi bagian institusi yang perlu untuk dikembangkan kurikulumnya untuk dapat bersaing sesuai dengan kebutuhan pasar," katanya.
Â
Tubagus Achmad Choesni Deputi Kordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan mengatakan RI 4.0 akan ditandai dengan pengembangan industri yang digerakkan oleh teknologi dan perubahan ekonomi berbasis platform.
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Cerpen: Tirakat yang Gagal
4
Jamaah Haji Indonesia Diimbau Tak Buru-buru Thawaf Ifadhah, Kecuali Jamaah Kloter Awal
5
Pentingnya Kematangan Pola Pikir dan Literasi Finansial dalam Perencanaan Keuangan
6
Jamaah Haji Indonesia Bersyukur Tuntaskan Fase Armuzna
Terkini
Lihat Semua