Nasional

Menag Yaqut Ungkap Peran Penting Aksara Pegon sebagai Media Syiar Ulama Nusantara

Jum, 21 Oktober 2022 | 23:26 WIB

Menag Yaqut Ungkap Peran Penting Aksara Pegon sebagai Media Syiar Ulama Nusantara

Menteri Agama H Yaqut Cholil Qoumas saat membuka acara Kongres Aksara Pegon yang bertajuk “Mengawal Peradaban Melalui Digitalisasi Aksara Pegon” di Jakarta pada Jum’at (21/10) malam.

Jakarta, NU Online
Gagasan gelaran Kongres Aksara Pegon berawal ketika Menteri Agama melakukan kunjungan ke beberapa daerah. Dalam kunjungan itu ia menemukan ada beberapa aksara daerah yang mulai hilang, sehingga untuk menjaga dan melestarikannya aksara pegon perlu dibakukan agar tidak hilang.

 

Demikian disampaikan Menteri Agama H Yaqut Cholil Qoumas saat membuka acara Kongres Aksara Pegon yang bertajuk “Mengawal Peradaban Melalui Digitalisasi Aksara Pegon” di Jakarta pada Jum’at (21/10) malam.

 

Gus Yaqut, mengungkapkan bahwa umat Islam Indonesia berutang banyak terhadap aksara pegon.  Dalam arti, mungkin masyarakat Muslim tidak akan bisa merasakan kenikmatan berislam di bumi Nusantara andai kata tidak ada huruf pegon yang menjadi perantara syiarnya.

 

“Misalnya Suluk Sunan Bonang menggunakan aksara pegon untuk syiar dakwah. Utang ini tentu harus kita bayar. Kita bayar dengan cara menjaganya agar tidak hilang,” katanya di hadapan ratusan hadirin.

 

Di era kontemporer, lanjut Gus Yaqut, ada beberapa ulama Nusantara yang menulis kitab dengan menggunakan aksara pegon, seperti Kitab Tafsir Al-Ibris karangan KH Bisri Musthofa asal Rembang dan kitab terjamah Munfarijah karangan KH Sahal Mahfudh, Rais Aam PBNU 1999-2014. 

 

“Banyak kitab kontemporer yang bermanfaat bagi peradaban keislaman yang ditulis dalam aksara pegon. Pegon juga penting, karena kita bisa menyusun teks sastra yang dapat ditembangkan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor ini.

 

Menurut Menag Yaqut, aksara pegon juga berfungsi untuk surat menyurat terutama di kalangan santri pesantren zaman dahulu. 

 

“Raja-raja zaman dahulu juga menggunakan aksara pegon sebagai media komunikasi kepada raja-raja lainnya agar kolonial tidak paham dan tidak membaca. Huruf (pegon) sangat taktis yang dapat digunakan untuk mengelabui kolonial,” jelasnya.

 

Ia juga mencontohkan, Yalal Wathon adalah lagu diciptakan KH Wahab Chasbullah yang isinya semangat mencintai Tanah Air dan kemerdekaan Indonesia. Dahulu lagu ini ditulis menggunakan bahasa Arab pegon agar kolonial tidak paham.

 

"Fungsi yang tidak kalah penting dari aksara pegon adalah penulisan mantra. Dalam kitab Mujarrobat isinya huruf pegon semua," sambung Gus Yaqut.

 

Pihaknya berharap, hasil dari Kongres Aksara tidak hanya pembakuan penulisan saja, tapi bagaimana aksara pegon dapat digitalisasi untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan zaman. 

 

“Ke depan, saya meyakini, bentuk kitab kuning nantinya bukan lagi dalam bentuk kertas dan mungkin agar berubah dalam bentuk elektronik semacam notebook,”  harapnya.

 

Ia juga mendorong semua pihak untuk memikirkan agar aksara pegon ini didorong agar mampu untuk beradaptasi dengan teknologi. Hanya dengan begitu aksara pegon dapat bertahan menjadi sebuah khazanah kekayaan Nusantara yang tidak mudah luntur oleh perkembangan zaman

 

“Mudah-mudah ikhtiar kita dalam menjaga aksara pegon benar-benar diridhoi Allah dan menjadi berkontribusi bersama kepada peradaban Islam nusantara dan dunia islam pada umumnya,” pungkas Menag.

 

Kontributor: M Zidni Nafi'

Editor: Zunus Muhammad