Nasional

Melukis Bukan Aib bagi Kesalehan

NU Online  ·  Sabtu, 29 April 2017 | 20:02 WIB

Melukis Bukan Aib bagi Kesalehan

Nabila Dewi Gayatri

Jakarta, NU Online 
Nabila Dewi Gayatri mengatakan ada kekeliruan yang berkembang pada pandangan umum yang menganggap kiai jauh dari kesenian. Padahal Wali Songo adalah contoh yang paling tegas, mereka bergumul dengan kebudayaan kemudian dalam melakukan dakwahnya melalui jalur kesenian.   

Ulama-ulama di belakang generasi Wali Songo, kata dia, juga tak luput berkesenian. Misalnya Syekh Arsyad Al-Banjari (1710-1812), KH Ridwan Abdullah (1884-1962), KH A. Mustofa Bisri, KH D. Zawawi Imron, dan lain-lain. 

“Para kiai tidak menjauh dari kesenian. Seni pada umumnya adalah napas kehidupan itu sendiri. Ia hadir dan mengalir di setiap zaman. Lukisan bukanlah tabu bagi sebuah kesalehan sebagaimana kekeliruan agamawan kagetan baru-baru ini,” katanya. 

Menurut dia, akan lain praktiknya ketika agamawan dekat dengan kesenian. Mereka akan tampil menyejukkan bagi umatnya. 

Islam yang rahmatan dan tidak menjauhi kesenian adalah pokok kesadaran penting. Kiai-kiai Nusantara telah mengajarkan keteladanan dengan perbuatan langsung. Inilah wajah Indonesia yang sesungguhnya. Orang-orang yang memisahkan seni dari kalangan ulama, memisahkan Islam dari dari persaudaraan antaragama, hakikatnya tidak memahami sejarah ini. 

Para agamawan di Nusantara yang menyadari kemajemukan dengan melahirkan pemikiran dan sikap mamayu hayuning bawana (merawat kedamaian dunia). 

Nabila berupaya untuk menghadirkan kembali wajah ulama NUsantara yang seperti itu melalui pameran lukisan bertajuk Sang Kekasih di Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada 8 hingga 14 Mei mendatang. 

“Sang Kekasih memang hanya menggelar lukisan ulama-ulama besar, sekitar 50 lukisan. Namun perjuangan, kearifan, dan keluhuran seluruh ulama Nusantara terwakili. Mereka adalah para kiai yang ngemong, manjing ing kahanan (hadir dalam setiap kondisi). Mereka adalah contoh paling tepat di tengah kekacauan identitas sosial budaya,” jelasnya. (Abdullah Alawi)