Jakarta, NU Online
Tiga kepengurusan Mahasiswa Ahluth Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (MATAN) yang terdiri dari MATAN DKI Jakarta, MATAN UNU Indonesia, dan MATAN Ciputat menggelar diskusi ringan menjelang buka puasa, Jumat (17/6) di Masjid An-Nahdlah Gedung PBNU Jakarta bertema Menepis Radikalisme dengan Sipiritualitas.
Dalam diskusi yang diikuti oleh kader-kader MATAN regional Jakarta ini, mereka mengangkat perbincangan spiritualisme yang menurut mereka menjadi faktor penting dalam mengatasi gejala radikalisme, terutama di kalangan pemuda yang nihil spiritualitas. Bahkan atas nama agama, lalu melakukan berbagai kekerasan dan tindakan teror.
Apriyanto, salah satu pengurus MATAN UNU Indonesia kepada NU Online menjelaskan bahwa kegiatan diskusi ini merupakan bagian dari Safari Ramadhan yang aktif dilakukan kader-kader MATAN untuk ikut andil dalam memberikan solusi dari problem-problem bangsa, khususnya radikalisme.
“Tiga agenda sudah kita lakukan, agenda serupa akan kita laksanakan di Jakarta Barat, Taman Mini Indonesia Indonesia, dan Masjid Sunda Kelapa,” terang Apriyanto yang menerangkan bahwa MATAN merupakan organisasi resmi di bawah naungan Jam’iyah Ahlut Thariqaah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN) NU dengan segmentasi mahasiswa.
Hadir dalam diskusi tersebut Sekretaris LTM PBNU H Ibnu Hazen, Ketua MATAN DKI Jakarta KH Ali M. Abdillah, Ketua MATAN UNU Indonesia Ustadz Komaruddin, dan para kader MATAN Ciputat.
Dalam sambutannya, Ibnu Hazen mengapresiasi dan mendukung penuh kegiatan yang dilakukan oleh MATAN. Menurutnya, basis spiritualitas harus diterapkan dan dilakukan secara mendalam pada diri para mahasiswa.
“Sehingga mahasiswa benar-benar menjadi generasi berkualitas secara kelimuan dan berakhlak baik secara budi pekerti,” terangnya Ibnu Hazen kepada NU Online.
Senada dengan Ibnu Hazen, Ketua MATAN DKI Jakarta KH Ali M. Abdillah sebagai pembicara kunci dalam diskusi tersebut secara umum menjelaskan pentingnya spiritualitas mahasiswa untuk membendung paham radikal. Karena radikalisme umumnya muncul sebab pemahaman agama yang setengah-setengah sehingga menimbulkan pemikiran yang tidak proporsional dalam menghadapi segala perubahan yang ada. (Fathoni)