Nasional

Masjid NU Terbuka untuk Disabilitas Netra Jadi Imam dan Khotib

NU Online  ·  Sabtu, 21 Juli 2018 | 05:00 WIB

Jakarta, NU Online
Ustadz Ahmad Rojiin Fakih dari Majelis Tashih Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) menyebut masjid NU di Jakarta memberikan peluang bagi kelompok disabilitas untuk berperan sebagai imam dan khotib. Ia mengatakan bahwa pengurus masjid-masjid NU memandang setara kelompok disabilitas dengan kelompok awas.

Demikian disampaikan Ustadz Ahmad Rojiin Fakih dari Majelis Tashih ITMI dalam Workshop Kepustakaan Islam Bagi Penyandang Disabilitas Netra yang difasilitasi Bimas Islam Kementerian Agama di Hotel Sotis, Jakarta, Jumat (20/7).

Workshop Kepustakaan Islam Bagi Penyandang Disabilitas Netra diadakan oleh Bimas Islam Kementerian Agama di Hotel Sotis, Jakarta, Kamis-Sabtu, (19-21/7).

“Di Jakarta banyak kelompok Islam yang bermacam-macam. Tetapi masjid NU di Jakarta masih memungkinkan bagi tunanetra untuk berpartisipasi sebagai khotib dan imam,” kata Ustadz Ahmad Rojiin Fakih, penyandang disabilitas netra asal Pasuruan.

Menurutnya, peluang ini merupakan kabar baik bagi penyandang disabilitas secara umum. Tetapi peluang ini juga berbanding lurus dengan kapasitas dan kemampuan standar imam dan khotib.

“Kalau bacaan kita bagus dan mengerti syarat dan rukun khotbah, masjid NU terbuka untuk memberikan kesempatan bagi kita (kalangan disabilitas netra) untuk menjadi imam dan khotib,” kata Ahmad Rojiin Fakih.

Ia menambahkan bahwa masjid-masjid NU membuka peluang partisipasi dalam ibadah ini karena pengurus masjid NU memandang manusia dari kapasitas dan kategori yang dibutuhkan untuk menjadi seorang imam dan khotib.

“Saya menyaksikan sendiri bagaimana masjid yang dikelola oleh kelompok lain di luar NU kerap memandang sebelah mata kalangan disabilitas netra. Mereka mengharamkan kita untuk menjadi imam atau khotib karena dianggap kurang syarat karena kekuarangan ini,” kata Ahmad Rojiin Fakih.

Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU H Sarmidi Husna mengatakan bahwa kelompok disabilitas netra memiliki hak yang sama dengan masyarakat yang awas sejauh kelompok disabilitas memiliki kapatitas dan memenuhi syarat sebagai imam dan khotib.

“Mereka berhak sekali untuk menjadi imam dan khotib, bukan sekadar muadzin. Bahkan berapa banyak ulama dan mufti yang menyandang disabilitas netra,” kata H Sarmidi Husna kepada NU Online.

Sebagaimana diketahui, PBNU mengangkat isu disabilitas dalam sidang komisi bahtsul masail NU pada Munas Alim Ulama NU pada November 2017 di Lombok. (Alhafiz K)