Mantan Tokoh JI Mesir: Dua Kata untuk Menjelaskan Al Qaeda
NU Online · Ahad, 28 September 2014 | 02:05 WIB
Jakarta, NU Online
Mantan tokoh dan pendiri Jamaah Islamiyah (JI) Mesir, Najih Ibrahim Abdullah, mengungkap jati diri Al Qaeda saat memberi pengantar pada peluncuran buku “Al Qaeda: Tinjauan Sosial-Politik, Ideologi dan Sepak terjangnya” karya Waketum PBNU H As’ad Said Ali di Jakarta.
<>
“Hanya dua kata untuk mengambarkan siapa itu Al Qaeda: takfir wa tafjir (pengafiran dan peledakan bom),” katanya di hadapan para tokoh dan cendekiawan yang hadir Jumat (26/9) malam itu di Hotel Borobudur.
Menurut Najih, pengeboman adalah konsekuensi logis dari sikap gemar menganggap kafir pihak lain di luar kelompok Al Qaeda. Karena ketika seseorang itu kafir maka, dalam pandangan mereka, orang tersebut pantas untuk diperangi.
Penulis buku Nadharât fi Haqîqatil Isti’lâ’i bil Imân ini menjelaskan, apa yang dilakukan Al Qaeda kini dilanjutkan oleh kelompok garis keras yang kita kenal dengan nama ISIS (Islamic State of Iraq and Syam). Meski berbeda generasi namun sepak terjang dan ideologi keduanya persis sama.
“Semua orang dianggap kafir. Jadi ketika saya memberikan kepada mereka kertas kecil untuk menuliskan satu nama kelompok saja yang mereka anggap Islam, maka tidak sanggup,” sambung Najih.
Bagi Najih, kebengisan ISIS telah membawa dampak kerusakan yang luar biasa, tak hanya bagi nyawa manusia tapi juga segenap infrastruktur dan simbol-simbol budaya, termasuk makam Nabi Yunus dan Nabi Syis. “Jadi jangankan yang hidup, orang mati dalam kuburan pun mereka ganggu. Apa salah kuburan hingga dibombardir?” ujarnya disambut tawa tamu undangan.
Melalui kecanggihan teknologi informasi mutakhir, papar Najih, mereka kini menyebarluaskan ideologi kekerasan dan teknis pelaksanaanya lewat internet. Orang-orang yang telah atau hendak bergabung dalam ISIS sekarang dapat mempelajari dengan leluasa, misalnya, tentang tata cara merakit bom di jejaring sosial Facebook.
Pada kesempatan itu, Najih berpesan bahwa Islam tak pernah mengajarkan jalan kekerasan sebagai metode dakwahnya. Islam datang pertama kali di Mesir, imbuhnya, tanpa disertai perusakan gereja satu pun. Ia menekankan, pola dakwah Nabi yang beradab justru membawa kejayaan Islam. (Mahbib Khoiron)
Terpopuler
1
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
2
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
3
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
4
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
5
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
6
Kurangi Ketergantungan Gadget, Menteri PPPA Ajak Anak Hidupkan Permainan Tradisional
Terkini
Lihat Semua