Nasional

LPSK: Ini Syarat agar Korban Terorisme Bisa Mendapat Bantuan Pemerintah

Kam, 21 Maret 2019 | 13:30 WIB

Jakarta, NU Online 

Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2OO3 menjadi UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah membuahkan hasil yang nyata. Di antaranya adanya perlindungan dan dukungan kepada para korban aksi terorisme. Dengan adanya perubahan tersebut para korban bisa menerima sejumlah bantuan dari pemerintah.

Dalam UU tersebut, terdapat enam hak korban yakni pemberian hak bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi.

Sekretaris Jenderal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (Sekjen LPSK) Noor Sidharta mengatakan bahwa korban aksi terorisme di masa lalu yang sebelumnya tidak terakomodasi dapat menerima kompensasi setelah adanya UU Tindak Pemberantasan Terorisme yang baru ini.
 
“Kompensasi itu adalah bentuk perhatian negara dalam bentuk uang tunai kepada para korban terorisme masa lalu,” kata Noor Sidharta, Kamis (21/3).

Ia mengatakan bahwa bantuan tersebut akan dibayarkan oleh LPSK dengan syarat bahwa para korban harus mendapat surat keterangan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. “Jadi koordinasi antara kami dengan BNPT harus jadi satu, kami gak bisa bekerja sendiri. Kami bisa membayar tergantung surat dari BNPT,” jelas Noor.
 
Saat ini, LPSK sedang menyusun Peraturan Pemerintah (PP) untuk merealisasikan kompensasi tersebut. LPSK juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait besaran kompensasi tersebut. Pasalnya, sejauh ini masih belum diputuskan berapa kompensasi yang diberikan untuk korban meninggal, sakit, dan cacat seumur hidup. Rencananya pembayaran itu akan dibayarkan dalam kurun waktu tiga tahun dari Juni 2018 sampai Juni 2021.

“Dalam waktu tiga tahun semua korban harus dapat kompensasi. Anggarannya belum dihitung. Data yang sampai ke kami baru ada 121 korban dari total kira-kira 500 sampai 600 orang,” pungkas Noor Sidharta.

Perubahan ini merupakan dampak dari perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2OO3. Perubahan ini ditujukan untuk melengkapi sejumlah kekurangan yang ada pada UU sebelumnya seperti pemberian perhatian pada korban dan aspek pencegahan dari aksi terorisme. (Ahmad Rozali)