Nasional

LPBINU Bahas Peran Penting Media dalam Peliputan Bencana

Jum, 10 Mei 2019 | 23:30 WIB

LPBINU Bahas Peran Penting Media dalam Peliputan Bencana

Wakil Seketaris LPBINU Ubaidillah Sadewa.

Jakarta, NU Online
Akhir-akhir ini peristiwa bencana alam kerap menghiasi pemberitaan di berbagai media massa Indonesia. Tak bisa dipungkiri, media sudah menjadi kebutuhan primer manusia modern. Bahkan dalam bencana alam, media memainkan peran yang tidak kalah penting dalam setiap tingkatan bencana.

Hal tersebut disampaikan Wakil Seketaris LPBINU Ubaidillah Sadewa saat memberikan materi tentang peran media dalam peliputan bencana pada kegiatan Kelas Relawan LPBINU, Jumat (10/5).

"Media-media harus berhati-hati dalam menyajikan informasi terkait bencana alam," kata Ubed.

Ia menyebutkan hasil survei IDN Research Institute, terutama tayangan televisi yang diakses masyarakat Indonesia sebanyak 97 persen dalam satu bulan terakhir, disusul oleh media digital 54,5 persen, sedangkan angka terendah yaitu 3 persen jumlah pengakses majalah.

Menurut Ubed yang juga Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) itu lembaga penyiaran juga harus berfungsi menjembatani media sebagai sarana informasi yang layak dan benar, pendidikan bagi masyarakat seperti pentingnya meningkatkan kesadaran publik melalui mitigasi bencana, bisa menjadi post early warning system daerah terdampak bencana, bahkan bisa menjadi media bagi beberapa instansi dan organisasi untuk mengumpulkan dana kemanusiaan.

Namun, media juga harus menjadi kontrol, jangan sampai menyajikan informasi tentang peristiwa bencana alam secara dramatis dan traumatis, bahkan eksploitasi terhadap tubuh korban, seperti pada kasus kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 2014 lalu, saat itu KPI langsung mengeluarkan teguran tertulis kepada TV One dengan pelanggaran menayangkan jenazah  korban yang mengapung di laut  tanpa mengenakan busana lengkap pada saat proses evakuasi secara close up tanpa diedit atau diblur dengan durasi kurang lebih 10 menit.

"Hal-hal semacam itu perlu diperhatikan. Kita perlu mengacu pada pengaturan penyiaran peliputan bencana pasal 50 tentang dilarang menampilkan gambar dan atau suara saat-saat menjelang kematian, atau mewawancara anak di bawah umur, menyebarkan foto-foto korban yang luka berat dan lain sebagainya," bebernya.

Ada beberapa strategi untuk mengkontruksinya, mengingat Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara-Oceania yang menerapkan prakiraan berbasis dampak dan berkontribusi dalam upaya Global Disaster Risk Reduction (DRR), strategi yang pertama adalah mengajarkan atau mendidik pekerja media tentang DRR, kedua mewacanakan  langsung DRR di media mainstream, dan ketiga yaitu membuat media sendiri.

"Oleh karena itu diharapkan ke depannya, media lebih memaksimalkan peran-peran yang positif dan optimis lam peliputan bencana, baik sebelum bencana, pada saat bencana maupun pasca-bencana," paparnya.

Kelas Relawan yang digelar secara rutin tiap hari Jumat oleh LPBINU tersebut, selain diikuti oleh relawan LPBINU, juga para mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi seperti ITB, Unusia, UIN Syarif Hidayatullah, UNJ. Kegiatan tersebut juga terbuka untuk umum yang ingin belajar tentang isu lingkungan dan kebencanaan. (Anty Husnawati/Kendi Setiawan)