Nasional

Lima Perbedaan Dai NU dengan Dai Dadakan

Rab, 8 Juli 2020 | 09:00 WIB

Lima Perbedaan Dai NU dengan Dai Dadakan

Ilustrasi dai NU. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online
Fenomena menjamurnya para dai yang tidak memiliki kualifikasi keilmuan Islam yang mendalam menjadi keprihatinan banyak pihak. Para pendakwah dadakan alias instan ini memanfaatkan media sosial untuk memunculkan dirinya agar diketahui khalayak.


Bukan itu saja, berbekal pemahaman dangkal, mereka pun dengan beraninya menyalahkan pendapat-pendapat ulama yang memiliki pemahaman komprehensif dalam agama.


Ketua Lembaga Dakwah PBNU KH Agus Salim mengatakan, jika ini dibiarkan begitu saja, tentu masyarakat yang akan menjadi korbannya. Masyarakat akan terkontaminasi pelan-pelan karena para pendakwah seperti ini yang sering muncul di medsos.


Oleh karenanya, para pendakwah Nahdlatul Ulama ala Ahlissunnah Wal Jamaah (Aswaja) juga harus mampu aktif mewarnai media-media untuk memberi konten-konten dakwah yang baik dan benar.


Kiai Agus Salim mengingatkan, dakwah yang dilakukan para dai Nahdlatul Ulama harus memiliki perbedaan dengan yang ‘mereka’ lakukan. Setidaknya ada lima hal yang membedakannya. Pertama, selalu mengawali aktivitas dakwah dengan niat yang benar.


“Luruskan niat. Niatkan semata-mata karena Allah SWT dan meninggikan kalimat Allah,” tegasnya pada silaturahim virtual Alumni Tadribud Duat wal Aimmat yang dikirim PBNU ke Universitas Al Azhar Kairo Mesir, Rabu (8/7).


Perbedaan kedua, lanjut dia, para dai NU harus menyampaikan konten dakwah yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apa yang disampaikan kepada para jamaah harus valid dan sesuai dengan dalil hukum yang ada dalam Islam. 


“Sering kita dengar orang-orang dengan gampangnya berdakwah, tapi dia sendiri tidak paham dengan apa yang disampaikannya,” ungkap Kiai Agus Salim.


Ketiga, para dai NU harus mengedepankan akhlak dengan menggunakan bahasa yang jelas dan beradab. Ia mengajak pendakwah NU menjauhi cara-cara dakwah yang menggunakan bahasa yang tidak sopan dan sering menyalah-nyalahkan tanpa dasar. “Rujukannya adalah yang dipakai oleh para ulama salafusshalihin,” ajaknya.


Dakwah yang dilakukan para pendakwah NU juga harus mampu menjadi instrumen dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Poin keempat ini berdasarkan fakta bahwa Nahdlatul Ulama menjadi salah satu bagian yang paling banyak memiliki andil saham dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Poin kelima yang harus diingat oleh para dai NU dan juga yang membedakannya dengan cara dakwah kelompok lain adalah tidak gampang mengeluarkan fatwa. Mengutip makalah Imam al-Syafi’i RA, Kiai Agus mengingatkan bahwa orang yang paling sering dan berani berfatwa adalah orang yang paling berani masuk neraka.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori