Nasional

LAZISNU Prioritaskan Daging Kurban untuk Fakir Miskin di Pelosok Desa

Sen, 6 Juli 2020 | 01:30 WIB

LAZISNU Prioritaskan Daging Kurban untuk Fakir Miskin di Pelosok Desa

Daging kurban yang segar seperti ini laik dibagikan untuk masyarakat. (Foto: NU Online/Rahman)

Jakarta, NU Online
Pengurus Pusat Lembaga Amil Zaakat Infak Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) terus mengoptimalkan program Nusantara Berkurban 2020. NU Care-LAZISNU mengajak seluruh elemen masyarakat ikut terlibat dalam program kurban tersebut.


Ketua Steering Commitee (SC) Nusantara Berkurban NU Care-LAZISNU, M Wahib Emha  mengatakan, program tersebut  dimaksudkan  agar masyarakat Indonesia terutama Muslim bisa bersama-sama merayakan kegembiraan Idul Adha 1441 Hijriah. Menurut dia, semakin banyak orang yang berkurban maka semakin banyak pula orang yang mendapatkan kegembiraan.


Meski begitu, NU Care-LAZISNU tetap memprioritaskan masyarakat yang tergolong fakir dan miskin yang menerima bantuan daging kurban NU Care-LAZINU. Wahib menjelaskan, meski dalam ajaran Islam tak ada larangan orang mampu menerima daging kurban, namun  NU Care-LAZISNU tetap memprioritaskan dhuafa.


“Pada prinsipnya, program Nusantara Berkurban LAZISNU diharapkan bermanfaat untuk masyarakat yang kurang mampu, agar sama-sama merasakan indahnya hari kurban,” katanya kepada NU Online di Jakarta, Ahad (5/7).


Ia menambahkan, program Nusantara Berkurban adalah sebuah solusi praktis dalam berkontribusi mengurangi kesenjangan taraf  hidup masyarakat. Program ini lanjutnya, dapat membantu mewujudkan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB).


Selain itu, mereka yang akan menerima bantuan NU Care-LAZISNU adalah masyarakat yang tersebar di daerah-daerah pelosok. Dia mengharapkan program itu  dapat mewujudkan kegembiraan yang sama di hari yang mulia sehingga terwujud sebuah persaudaraan yang penuh dengan perdamaian.


“NU menyadari kesadaran umat Islam untuk berkurban lambat laun terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Yang artinya, pelaksanaan kurban masih terbatas hanya pada orang-orang tertentu, sedangkan mereka yang memiliki semangat berkurban namun dengan ekonomi yang pas-pasan belum dapat melaksankannya,” katanya.


Sebagai catatan, terkait dengan penerima daging kurban, ulama Syafi’iyyah menegaskan bahwa kurban yang diterima orang miskin berstatus tamlik (memberi hak kepemilikan secara penuh).


Kurban yang diterima mereka menjadi hak miliknya secara utuh. Oleh karenanya, ia diperbolehkan mengalokasikan kurban yang diterimanya secara bebas, dengan menjual, menghibahkan, menyedekahkan, memakan, menyuguhkan kepada tamu, dan lain sebagainya.  


Sementara kurban yang diterima orang kaya tidak menjadi hak miliknya secara utuh, ia hanya diperbolehkan menerima kurban untuk alokasi yang bersifat konsumtif, tidak diperkenankan mengalokasikannya untuk yang bersifat memindahkan kepemilikan secara penuh dan bebas.


Oleh karenanya, orang kaya hanya diperkenankan memakan dan memberikan kepada orang lain untuk dimakan saja, seperti disuguhkan atau disedekahkan kepada tamu. Tidak diperbolehkan menjual, menghibahkan, mewasiatkan, atau alokasi serupa yang memberikan hak penuh kepada pihak yang diberi.    


Hikmah dari pembatasan ini adalah agar distribusi daging kurban tidak dimonopoli untuk kepentingan orang kaya, sebab mereka pada dasarnya tidak perlu dibantu. Pihak yang justru paling berhak mendapat bantuan adalah orang miskin.


Oleh karenanya, fuqaha menandaskan, inna ghâyatahu ka hâlil mudlahhi (orang kaya penerima sedekah kurban seperti orang yang berkurban).


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Aryudi AR