Nasional

Kurikulum Perguruan Tinggi Perlu Bergeser dari Penitikberatan Kognitif ke Psikomotorik

Sen, 15 Juli 2019 | 19:00 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Bidang Pendidikan Hanief Saha Ghafur menyatakan bahwa perguruan tinggi, termasuk perguruan tinggi yang ada di bawah naungan NU harus mulai bergeser dari pendidikan yang menitikberatkan pada kognitif (ranah yang mencakup kegiatan mental atau otak) kepada psikomotorik (ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu). 

Menurut Hanief, pergeseran ke psikomotorik itu suatu keniscayaan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. 

“Jadi apa yang dipersyaratkan zaman sekarang dan masa depan, itu bukan orang yang tradisi akademik yang menekankan materi atau kognitif, tapi kepada psikomotorik. Kalau dulu itu kepalanya bengkak, tangannya kecil. Itu kurikulum masa lalu,” kata Hanief di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (15/7), merespons pidato visi Indonesia Presiden terpilih Joko Widodo yang akan meningkatkan pendidikan vokasi.

Hanief lantas mengemukakan bahwa di antara cara yang harus dilakukannya, ialah dengan mengubah penyusunan kurikulum dan penetapan programnya.

“Bagaimana membuat kurikulum? kurikulum harus dibangun berdasarkan kompetensi, kompetensi harus dibangun berdasarkan apa yang dipersyaratkan kebutuhan masa depan,” ucapnya.

Hanief menyatakan bahwa tuntutan zaman sekarang dan ke depan, ialah lebih kepada persoalan praktis, teknis, dan aplikatif. Ketiga hal itu harus diterjemahkan oleh perguruan tinggi kepada kurikulum dan program.

Pada kesempatan tersebut, ia juga menyatakan tentang kebijakan pemerintah yang dinilai belum berpihak kepada pendidikan vokasi seperti politeknik. Pasalnya, dari dulu hingga sekarang, politeknik masih terdiskriminasi.

Pria yang juga akademisi Universitas Indonesia ini beralasan, hingga kini masih banyak peraturan yang menghambat politeknik sehingga belum bisa berkembang. Untuk itu, ia berharap kepada Presiden Jokowi agar berani menghilangkan peraturan yang tidak berpihak kepada politeknik.

“Pak Jokowi harus menghilangkan aturan-aturan yang menghambat. Kalau perlu dibuka dan mendorong karena sampai sekarang politeknik masih mengalami diskriminasi. Cara memperbaiki ke depan, Pak Jokowi harus mencari orang-orang yang inovatif untuk menghilangkan hambatan itu,” ucapnya. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)