Jakarta, NU Online
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun atas kesepakatan bersama (konsensus) dengan mendasarkan diri pada kemajemukan bangsa Indonesia. Konsensus tersebut mewujud dalam Pancasila. Lima sila sebagai konsensus kebangsaan ini harus dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.
Hal itu disampaikan Ketua Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta (IKA UNJ) H Juri Ardiantoro, Senin (7/5) berusaha melakukan refleksi atas ditolaknya gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
IKA UNJ yang menaungi banyak alumni di dunia pendidikan menegaskan, PTUN sudah menetapkan keputusan yang tepat sebegaimana tercantum dalam keputusan pengadilan bahwa HTI telah menyimpang terhadap konsensus berbangsa dan bernegara.
“Konsensus kebangsaan kita bahwa ideologi negara adalah Pancasila. Pancasila sebagai sebuah ideologi yang sudah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia harus dijaga bersama dengan kuat. Ketika ada ideologi lain yang bertentangan, sudah sepatutnya dilarang,” tegas salah seorang Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah ini menegaskan, konsensus kebangsaan ini harus dipahami oleh masyarakat secara luas, termasuk dunia pendidikan. Karena menurutnya, sudah banyak informasi, penelitian, dan survei yang menjelaskan bahwa lembaga pendidikan banyak yang terkontaminasi atau terinfiltrasi oleh paham-paham yang bertentangan dan jauh dari konsensus kebangsaan, yaitu Pancasila.
“Seluruh insan pendidikan harus disadarkan bahwa salah satu tujuan pendidikan kita ialah memperkuat paham kebangsaan, melakukan sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila kepada semua anak didik,” ucap Juri.
Artinya, lanjut Doktor lulusan Universitas Malaya Kuala Lumpur ini, pendidikan harus menjadi tempat persemaian anak-anak mencintai bangsanya. Bukan malah menjadi persemaian atau tempat anak menggemari ideologi transnasional yang bertentangan dengan konsensus kebangsaan yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.
Juri juga menyinggung soal tidak sedikitnya aparat negara yang terafiliasi dengan gerakan-gerakan HTI di beberapa bidang dan lembaga pemerintahan. Dari sisi kebijakan negara, mereka harus didorong agar HTI tidak lagi menjadi afiliasinya.
“Pemerintah juga harus punya usaha nyata untuk memastikan bahwa mereka tidak lagi mengusung atau memasarkan ideologi mereka di tempat kerja,” tegasnya.
Pemerintah, sambungnya, harus tegas membuat aturan agar aparat negara konsisten dengan prinsip-prinsip kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila. Kecintaan terhadap bangsa dan negara ini, menurut Juri, tidak mungkin tumbuh dari ideologi-ideologi yang justru mengancam keberadaan Pancasila.
Seperti diinformasikan, PTUN pada Senin (7/5/2018) menolak semua gugatan pihak pendukung HTI terhadap putusan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Hal ini membuat SK Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang Pencabutan Status Badan Hukum HTI tetap berlaku. (Fathoni)