Nasional

Komnas Perempuan Sebut Kasus Pembunuhan Riyas Nuraini sebagai Kejahatan Femisida

Jumat, 26 Juli 2024 | 10:10 WIB

Komnas Perempuan Sebut Kasus Pembunuhan Riyas Nuraini sebagai Kejahatan Femisida

Gambar hanya sebagai ilustrasi. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Misteri pembunuhan Riyas Nuraini, perempuan yang jenazahnya ditemukan dalam karung di ladang jagung Dusun Sumbing Jaya, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur pada Kamis (18/7/2024) pekan lalu, belum terungkap. Polisi terus menyelidiki kematian tersebut.


Penemuan jenazah Riyas itu mengundang tanda tanya. Saat ditemukan, tubuh korban terdapat luka lebam sekitar mata, di kepala dan wajah ada luka bekas senjata tajam. Sementara perhiasan korban masih utuh, ada cincin emas, anting hingga gelang yang masih ada lengkap.


Pembunuhan terhadap Riyas, kader Fatayat NU Lampung Timur juga mengundang perhatian berbagai pihak. Salah satunya Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Bahrul Fuad.


Cak Fu, sapaan akrabnya, menyampaikan keprihatinan mendalam atas meninggalnya Riyas Nuraini di Lampung Timur. Ia menyebut, pembunuhan kepada Riyas dikategorikan sebagai kejahatan femisida.


“Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya dan sebagai akibat eskalasi kekerasan berbasis gender sebelumnya,” kata Cak Fu kepada NU Online, Kamis (24/7/2024).


Ia lantas mendorong kepolisian untuk mengidentifikasi femisida dan membangun penilaian tingkat bahaya bagi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.


“Langkah ini bertujuan agar dalam proses identifikasi korban, aparat dapat menggali fakta terkait faktor-faktor seperti relasi kuasa, riwayat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ancaman, upaya manipulasi oleh pelaku, serta kekerasan seksual,” tutur Cak Fu.


Berdasarkan data Komnas Perempuan, kasus dengan indikasi femisida yang kuat pada 2020 terpantau 95 kasus, pada 2021 terpantau 237 kasus, pada 2022 terpantau 307 kasus dan pada 2023 terpantau 159 kasus yang indikator berkembang seiring perkembangan pengetahuan tentang femisida.


“Pantauan setiap tahunnya menempatkan femisida intim yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar atau pasangan kohabitasi sebagai jenis femisida tertinggi,” terangnya.


Untuk menekan insiden femisida, Cak Fu menilai perlu adanya peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai ancaman femisida terhadap perempuan. Selain itu, perlu ada pembentukan mekanisme pencegahan oleh pemerintah untuk menghindari kekerasan dalam relasi personal yang berujung pada kematian.


“Secara hukum, penanganan kasus femisida diatur melalui ketentuan tindak pidana penghilangan nyawa atau tindak pidana yang menyebabkan kematian. Oleh karena itu, penting bagi institusi kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan untuk melakukan pendataan terpilah berdasarkan jenis kelamin dan motif kejahatan,” jelasnya.


Cak Fu juga menekankan perlunya upaya kolektif untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan responsif terhadap ancaman femisida agar kasus pembunuhan terhadap perempuan menurun.


“Penting juga untuk membangun sistem pengamanan sosial yang komprehensif dengan meningkatkan kapasitas dan peran serta masyarakat dalam pencegahan terjadinya femisida,” ucap Cak Fu.


“Misalnya, melalui pendidikan, pelatihan, dan kampanye kesadaran, masyarakat dapat berperan aktif dalam mengenali tanda-tanda kekerasan, memberikan dukungan kepada korban, dan melaporkan potensi ancaman kepada pihak berwenang,” pungkasnya.