Nasional

Kisah Penyesalan Gadis yang Bergabung dengan ISIS

Kam, 29 Agustus 2019 | 06:00 WIB

Kisah Penyesalan Gadis yang Bergabung dengan ISIS

Nur Dhania menyesal masuk ISIS (Foto: Suwitno/NU Online)

Jakarta, NU Online
Nur Dhania, gadis yang sempat bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengungkapkan penyesalannya karena ternyata, kehidupan yang dirasakannya selama berada di bawah pemerintahan ISIS tidak seperti janji-janji yang digambarkan dalam propaganda kelompok itu.

“(Saya) menyesal banget (pernah bergabung dengan ISIS),” kata Nur Dhania saat mengisi acara Picnikustik yang diselenggarakan Komunitas Musisi Mengaji (Komuji) Jakarta di Medco Ampera, Jakarta Selatan, Rabu (29/8) malam.

Di acara tersebut, Nur Dhania menceritakan bagaimana awal mula dirinya mengetahui ISIS, bergabung dengannya, hingga memutuskan untuk kembali pulang ke Indonesia karena kenyataan yang didapatkannya tidak sesuai dengan janji atau iming-iming yang dibaca di media sosial.

Nur Dhania menyatakan bahwa dirinya senang melihat perempuan yang penampilannya bagus dan syar’i. Kemudia ia pun mulai mempelajari Islam melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter.

“Aku mulai baca-bacaan Islami di Facebook. Artikelnya juga yang sederhana aja, yang tidak sampai keras-keras,” ucapnya.

Lama-kelamaan hatinya mulai tergerak untuk membaca kisah Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Dari pembacaan itu, ia menyatakan kegalauannya karena kehidupan pada zaman nabi, khususnya persoalan keadilan dapat ditegakkan. Hal itu menurutnya berbeda jika dibandingkan dengan penegakkan hukum di Indonesia, seperti seorang nenek yang mencuri 3 buah kakao, kemudian dihukum 1 bulan 15 hari.

“Aku melihat dari situ. Ketika itu juga aku merasa hidup gini gini aja padahal secara ekonomi (keluargaku) baik, secara akademik baik, tapi hidup gitu-gitu aja,” ucapnya.

Awal Nur Dhani Mengenal ISIS
Ia yang ketika itu sedang semangat belajar agama, kemudian awal-awal 2014, dunia digemparkan dengan kemunculan ISIS yang akan menegakkan khilafah. Awalnya, Ia mendapatkan informasi tentang kemunculan ISIS dari saudaranya, kemudian ia penasaran dan ditindaklanjuti dengan mencari tahu di internet.

“Aku cari tahu sendiri. Cari tahu di media sosial; Facebook, Twitter. Dari situ aku mendapatkan kontak orang yang pernah ke sana (ke Suriah),” ucapnya.

Setelah mendapatkan informasi yang cukup, ia semakin penasaran keberadaan ISIS yang akan meneggakkan kekhilafahan tersebut. “Aku lihat kayak kehidupan zaman Nabi; keadilan, fasilitas, kesejahteraan apalagi diperkuat dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadits,” ucapnya.

Semangatnya untuk mengetahui ISIS semakin menggebu-gebu, apalagi ia mendapatkan informasi bahwa ada remaja dari Inggris yang hijrah secara sendirian ke Suriah. Ia mengaku terinspirasi atas remaja Inggris tersebut. Keluarganya yang ketika itu diajak bicara tentang keberadaan ISIS tidak memedulikannya. Sedangkan waktu itu, dirinya sudah bertekad untuk berangkat ke Suriah.

“(Akhirnya) berangkat ke Suriah. Keseluruhan itu 26 orang sekeluarga besar, aku sendiri hanya mengajak keluarga inti,” ucapnya.

Nur Dhania di Suriah
Namun, ketika Nur Dahnia sampai di Suriah dan bergabung dengan ISIS, yang hidup di bawah kekhilafahan, ia melihat banyak kejanggalan yang terjadi. Menurutnya, banyak tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

“Beda banget. Berbeda jauh dengan apa yang mereka keluarkan di media mereka dan juga berbeda dengan nilai-nilai Islam itu sendiri. Banyak sekali yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam,” ucapnya.

Ia mencontohkan, saat pertama kali masuk ke asrama perempuan yang dihuni oleh berbagai negara dan latar belakang ini mendapati suatu kejadian yang aneh. Kejadian itu berupa perkelahian perempuan dikarenakan persoalan yang menurutnya sangat sederhana. 

Padahal, dalam pikirnya, harusnya hidup rukun karena sesama Muslim itu bersaudara. Contoh lainnya, ialah adanya kewajiban berperang bagi semua orang. Aturan itu dirasakan tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Menurutnya, dalam suatu peperangan, tidak semua orang harus mengangkat senjata. Melainkan harus ada yang menjaga kota.

“Nah, setelah melihat kejadian-kejadian itu, tante saya tergerak untuk melakukan sesuatu tindakan tausihyah, amar ma'ruf nahi mungkar karena kita hanya berniat menyampaikan kebaikan dan kebenaran semoga saja mereka mau ke arah kebenaran,” katanya.

Namun, keinginannya mengajak kepada ajaran Islam yang benar itu malah mendapat intimidasi dari polisi setempat. Ia dan keluarganya merasa tidak ada harapan lagi untuk hidup di negeri tersebut mereka tidak mau menerima kebenaran disampaikannya. 

Ia dan keluarga mulai berpikir mencari jalan keluar agar bisa pulang ke Indonesia. Upayanya itu tidak mudah karena pihak kedutaan tidak bisa menolongnnya. Hingga akhirnya ia dapat kembali ke Indonesia. Kabur adalah bukan hal yang mudah hingga menemukan seseorang yang bersedia menyelundupkan mereka ke perbatasan tanpa diketahui rezim ISIS di Suriah.

Bahkan keluarga Nur Dhania berulang kali menjadi korban penyelundup nakal. Seorang penyelundup pertama mencuri barang-barang mereka termasuk uang, ponsel, dan laptop. Begitu juga dengan penyelundup kedua yang juga menipunya.

Ia dan keluarga baru berhasil ketiak bertemu penyelundup ketiga yang membawanya ke perbatasan Kurdistan, sampai akhirnya  otoritas Indonesia setuju untuk memfasilitasi kepulangan keluarga Nur Dhania.   

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Abdullah Alawi