Nasional

Kiai Zakky Mubarak: Dakwah Harus Singkat, Padat, Menarik

Kam, 7 Oktober 2021 | 08:00 WIB

Kiai Zakky Mubarak: Dakwah Harus Singkat, Padat, Menarik

KH Zakky Mubarak. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Zakky Mubarak mengungkapkan tiga strategi dakwah yang efektif, yakni singkat, padat, dan menarik. 


“Nggak usah bertele-tele. Saya ambil contoh orang yang berbicara bertele-tele mengatakan, ‘Mari bapak-bapak, saudara sekalian kita melaksanakan shalat Jumat secara berjamaah’. Maaf, itu kalimat terlalu panjang. Ada nggak shalat Jumat sendirian? Kan, nggak ada,” kata Kiai Zakky, Kamis (7/10/2021).


Untuk mencapai komunikasi efektif dalam berdakwah, kata dia, metode Qur’ani adalah konsep komunikasi yang harus diterapkan. Pertama, qaulan layyina (perkataan lembut).


Layyina berarti lemah lembut. Hal ini menjadi penting, lantaran hadirnya seseorang ke suatu majelis pengajian adalah untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan ketenangan, alih-alih keresahan,” terangnya. 


Kedua, lanjut Kiai Zakky, qaulan karima. Perkataan mulia yang dituturkan kepada orang lain dengan kata-kata yang baik dan santun. “Harus menggunakan kalimat-kalimat yang mulia, bukan yang menyakiti sesama, menimbulkan fitnah, atau menimbulkan permusuhan. Kita hindari semua,” ujar kiai kelahiran Cirebon ini. 


Ketiga, qaulan sadidan (perkataan yang benar). pernyataan dan tidak mengandung kedustaan. “Jadi, kita perlu dalam berdakwah itu menggunakan kalimat-kalimat yang jujur, lurus, dan tidak boleh terlalu banyak improvisasi. Akhirnya kabur pemahamannya. Harus kalimat yang lurus dan jujur,” terang Kiai Zakky.


Keempat, qaulan balighan (perkataan yang meresap ke jiwa). Konsep ini menjadi penting bagi para pendakwah karena sesuatu yang disampaikan dari hati akan menembus ke hati.


“Saya merasakan sendiri, banyak dapat ‘qaulan baligha’ dari kiai-kiai saya. Dari dulu sampai sekarang, saya masih ingat. Bahkan, wajah kiainya juga masih ingat,” papar Kiai Zakky.


Kelima, qaulan ma’rufa (perkataan yang baik). Menurut Kiai Zaki, adalah kalimat yang patut dan tepat dalam pemilihan katanya. Selain itu, ia juga mencontohkan bagaimana kalimat takbiran adalah kalimat yang luhur. Namun, apabila diucapkan bukan pada konteks waktu yang tepat, maka tiadalah patut yang diberikan. 


“Selain takbiran, ada tahmid, takbir, tahlil, dan taqdis, itu semua sangat luhur. Tapi, kalau saya kumpulkan 15 orang sore hari habis shalat Asar, saya bawa muter takbiran padahal bukan hari lebaran atau hari Tasyrik, kira-kira bagimana itu. Paling orang boleh tanya ‘Itu Pak Zakky mulai kapan?’ (terindikasi kurang waras),” kelakar Dosen Universitas Indonesia itu.


“Inilah yang mesti kita kembangkan dalam dakwah di kalangan menengah ke atas. Saya ulangi, singkat, padat, menarik. Ambil komunikasi yang efektif dan efisien dengan menggunakan metode Qur’ani,” pungkas Kiai Zaki.  


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa 
Editor: Musthofa Asrori