Nasional

KH Miftachul Akhyar: Manusia Diciptakan untuk Keabadian

Rab, 6 Oktober 2021 | 08:00 WIB

KH Miftachul Akhyar: Manusia Diciptakan untuk Keabadian

Rais 'Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa setiap manusia akan mengalami kematian. Namun kematian itu bukan berarti akhir dari segalanya, melainkan sebuah proses dalam diri manusia untuk menuju keabadian.


“Hakikat kematian sebenarnya bukan ketiadaan. Kematian adalah putusnya hubungan antara ruh dan badan. Terpisahnya ruh dan jasad. Perpindahan dari situasi dan kondisi pada kondisi yang lain. Artinya, kamatian itu bukan sebuah ketiadaan. Kematian adalah sebuah proses menuju keabadian,” jelas Kiai Miftach dalam ngaji Al-Hikam di TVNU.


Pada kesempatan itu, KH Miftachul Akhyar juga menyampaikan bahwa Al-Qur’an menjelaskan tentang kematian adalah musibah besar bagi manusia. Tetapi ini tidak bertentangan dengan status kematian sebagai proses menuju keabadian tadi. Ayat Al-Qur’an yang beliau maksud adalah surat Al-Maidah ayat 106.


“Memang, agama menyatakan bahwa kematian merupakan musibah besar. (Tapi) pada hakikatnya kita itu adalah makhluk abadi,” kata ulama kelahiran Surabaya, Jawa Timur itu.


Para ulama salaf, lanjut KH Miftachul Akhyar, ketika memanggil sahabatnya dengan ungkapan demikian, yâ ahlal khulûd, ya ahlal baqâ’. Innakum lan tukhlaqû lil fanâ’. Wa innamâ khuliqtum lil khulûd wal abad wa lâkinnakum tungqalûna min dârin ilâ dârin.


Wahai manusia abadi. Kalian diciptakan bukan untuk ketiadaan, melainkan untuk keabadian. Hanya saja, kalian dipindah dari satu alam ke alam yang lain.


“Kematian ini adalah sebuah perpindahan, dari sebuah kehidupan di dunia pada kehidupan di alam barzah. Jadi (masih) sama-sama hidup. Pindah dari kehidupan dunia ke kehidupan barzah, dari barzah menuju kehidupan akhirat. Tidak ada kata fana,” ungkap KH Miftachul Akhyar.


Kematian untuk berjumpa dengan Allah

Dalam momen itu, KH Miftachul Akhyar juga menjelaskan bahwa umumnya manusia merasa takut akan kematian. Padahal hakikatnya, kematian merupakan momen untuk bertemu dengan Allah swt. 


“Jika kematian itu merupakan momen bertemu Allah, (sudah) pantaskah diri kita untuk bertemu dengan-Nya?” imbuh Pengasuh Pondok Pesantren Miftsachus Sunnah, Surabaya itu.


Pernah suatu ketika Nabi Muhammad saw bersabda, “Barangsiapa cinta bertemu Allah, maka Allah pun cinta bertemu dengan-Nya. Barangsiapa benci bertemu Allah, maka Allah pun benci bertemu dengannya.” Siti ‘Aisyah lantas bertanya, “Apakah yang dimaksud ini kematian? Bukankah kami semua benci akan kematian?”


Rasulullah menjawab, "Bukan begitu, ‘Aisyah. Ketika seorang mukmin menemui ajalnya, maka malaikat akan menyampaikan bahwa Allah merahmati dan meridhainya. Sehingga ia cinta bertemu Allah, dan Allah pun cinta menemuinya. Sementara orang kafir ketika menemui ajalnya, akan dikabarkan tentang murka Allah dan siksa-Nya. Sehingga ia benci bertemu Allah, dan Allah pun benci menemuinya.”


“(Tinggal) bagaimana agar kita hidup di bumi meyakini bahwa hakikat penciptaan manusia untuk keabadian, sekaligus memposisikan diri sebagai khalifatullâh fil ardl,” pungkas KH Miftachul Akhkyar.


Kontributor: Muhamad Abror

Editor: Fathoni Ahmad