Nasional BULAN GUS DUR

Ketika Gus Baha Mengagumi Gus Dur dari 'Kacamata' Fiqih

Ahad, 22 Desember 2019 | 14:00 WIB

Ketika Gus Baha Mengagumi Gus Dur dari 'Kacamata' Fiqih

Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahaudin Nur Salim atau Gus Baha menyampaikan ceramah agama di Haul ke-10 Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. (Foto: NU Online/Syamsul Arifin)

Jombang, NU Online 
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahaudin Nur Salim atau Gus Baha mengaku orang yang juga mengidolakan sosok Gus Dur. Terutama dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan fikih. Ini sesuai dengan ilmu yang ditekuni Gus Baha.
 
"Saya akan mengagumi Gus Dur dari segi fikih," katanya saat mengisi ceramah agama di Haul ke-10 Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur Sabtu malam (21/12).
 
Di antara masalah fikih yang dikagumi oleh Gus Baha saat Gus Dur dilengserkan dari presiden yang dikenang para ulama Indonesia dan sejumlah tokoh dunia. Saat itu, Gus Dur berhasil mengelola konflik tersebut sehingga tidak terjadi pertempuhan darah.
 
Bagi Gus Baha ini satu prestasi yang diyakini menjadi amal baiknya. Menurut pandangan Gus Baha, sikap Gus Dur ini searah dengan kaidah fikih yaitu dar'ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih. 
 
Islam sejak dulu sebisa mungkin menekankan agar tidak ada darah yang menetes, apalagi demi kekuasaan. Rasulullah mencontohkan cara cinta damai saat berdamai dalam perjanjian hudaibiyah. Saat itu, Suhail bin Amr memberi sekian poin yang semua merugikan Rasulallah. Tapi Nabi tetap menerima.
 
"Tapi Rasulallah nuruti itu semua agar tidak terjadi tumpah darah. Padahal Suhail saat itu masih kafir. Perdamaian harus kita jaga," tambahnya.
 
Dalam perjanjian tersebut, Nabi Muhammad SAW hanya minta satu hal yaitu orang kafir Quraisy tidak boleh melarang orang diskusi tentang Islam. Akhirnya banyak orang diskusi tentang Tuhan, agama, dan macam-macam. 
 
Dari sini banyak orang-orang mulai membandingkan antara enak mana punya Tuhan berupa batu atau Tuhan yang dibawa Nabi Muhammad. Banyak yang mulai kritis menanyakan alasan kenapa menyembah batu barang mati dan sesuatu yang dipahat sendiri.
 
"Karena mereka diskusi bebas tanpa tekanan akhirnya mereka memilih Islam. Karena banyak yang masuk Islam maka otomatis perjanjian itu dibatalkan. Ini keberhasilan luar biasa. Ini sama dengan pilihan Gus Dur mencegah pertumpahan darah," pungkasnya.
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin