Kenapa Kemenag Tentang Penyatuan Madrasah dan Sekolah? Ini Alasannya
NU Online · Sabtu, 28 November 2015 | 02:30 WIB
Jakarta, NU Online
Pendidikan di Indonesia dikelola oleh dua kementarian, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengelola pendidikan umum dan Kementerian Agama yang mengelola madrasah. Berulangkali terdapat usulan penyatuan sistem pendidikan, tetapi Kementerian Agama berpendapat, pembagian dua wewenang ini merupakan kebijakan yang sudah baik.<>
Direktur Madrasah, Nur Kholis Setiawan berpendapat, jika madrasah digabung pengelolaanya di bawah Kemendikbud, konsekuensinya adalah madrasah harus ikut desentralisasi. Dan disinilah terdapat potensi masalah.
“Ketika madrasah digabung pasti otonomi daerah. Iki arep dadi opo. Wong pendidikan agama yang dikelola pusat saja rongorongannya luar biasa banyaknya. Hingga sekarang, kita belum mampu mengatasi keragaman pendapatan dan friksi paham keagamaan, siapa yang akan mengawal itu,” katanya kepada NU Online baru-baru ini.
Ia menambahkan, meskipun saat ini ada keterbatasan anggaran pendidikan di bawah Kemenag, yang alokasinya jauh dibawah Kemendikbud, tetapi mengelola pendidikan agama bukan sekedar soal uang.
“Justru, kita harus menghargai partisipasi masyarakat. Apalagi pesantren. Kebanyakan madrasah kan juga bernaung di bawah pesantren. Ini eksistensinya jauh lebih tua dari dari republik, sehingga negara hadirnya lebih banyak memberikan apresiasi bukan bantuan,” tuturnya.
Yang diharapkannya adalah kehadiran negara yang lebih proporsional kepada madrasah. Memang ada sejumlah madrasah yang besar dan mandiri seperti di pesantren Tambak Beras Jombang atau di Darunnajah Jakarta. Bagi kedua madrasah tersebut ada atau tidak ada pemerintah, tetap jalan. Tetapi, banyak sekali madrasah-madrasah kecil yang tidak bernaung di bawah yayasan besar yang jumlahnya jauh lebih banyak.
“Yang kaut-kuat ini kan tidak mencapai 15-20 persen. Apalagi madrasah-madrasah di daerah terpencil, di pedalaman, di daerah perbatasan, yang terluar segala macam. Negara perlu hadir agar madrasah bisa sustain, terutama di daerah pinggiran, pedalaman, dan terluar,” tandasnya.
Beberapa daerah memiliki kepada daerah yang memberi perhatian terhadap pendidikan agama, tetapi persentasenya tidak banyak sehingga perlu adanya regulasi yang jelas bahwa pemerintah daerah juga mendukung pemberdayaan madrasah. Nur Kholis mencontohkan, beberapa pimpinan daerah yang memiliki perhatian baik kepada pendidikan agama diantaranya adalah Bupati Tangerang yang menyediakan dana BOS bagi madrasah dan dana operasional lainnya. Walikota Sabang juga salah satu yang memberi perhatian kepada madrasah dengan mengalokasikan bantuan untuk seluruh siswa, baik kaya maupun miskin.
Jalan tengah
Nur Kholis menjelaskan, madrasah tidak boleh terjebak dalam dua kutub yang ekstrem keagamaan, ada yang syiah atau wahabi. Upaya untuk menjaga agar madrasah tetap di garis tengah dilakukan dengan mengontrol buku-buku yang dipakai.
Ia mencontohkan, dalam pembuatan buku untuk Kurikulum 2013 Direktorat Madrasah berkonsultasi dengan Ma’arif NU, Disdakmen Muhammadiyah, termasuk berdiskusi dengan Al Washliyah. “Ini merupakan bagian dari upaya untuk mencari jalan tengah dari keragaman pendapat,” paparnya. (Mukafi Niam)
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Perempuan Hamil di Luar Nikah menurut Empat Mazhab
3
Pandu Ma’arif NU Agendakan Kemah Internasional di Malang, Usung Tema Kemanusiaan dan Perdamaian
4
360 Kurban, 360 Berhala: Riwayat Gelap di Balik Idul Adha
5
Saat Katib Aam PBNU Pimpin Khotbah Wukuf di Arafah
6
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
Terkini
Lihat Semua