Nasional RISET BALITBANG KEMENAG

Kelahiran Ulama Toleran Melalui Pendidikan Diniyah Formal di Pesantren Salafiyah

Sel, 29 Oktober 2019 | 05:15 WIB

Kelahiran Ulama Toleran Melalui Pendidikan Diniyah Formal di Pesantren Salafiyah

Suasana ngaji pesantren (pzhgenggong.or.id)

Salah satu penelitian Balai Litbang Agama (BLA) Badan Litbang dan Diklat Kemenag pada 2018 adalah Kaderisasi Ulama Toleran Melalui Pendidikan Diniyah Formal di Pesantren Salafiyah.
 
Penelitian tersebut dilatari bahwa Pemerintah Indonesia perlu melakukan counter terhadap potensi-potensi radikalisme, intoleransi, dan perpecahan bangsa. Salah satunya adalah melalui kerja sama dengan pondok pesantren untuk mengkader, memproduksi, dan mencetak ulama-ulama yang toleran. Ulama toleran adalah ulama-ulama yang mampu mendialogkan antara ajaran Islam dengan konteks kehidupan sosial rakyat indonesia.
 
Kelahiran ulama-ulama toleran menjadi kebutuhan yang sangat mendesak bagi Indonesia di tengah maraknya isu-isu radikalisme saat ini yang tengah menggoyang persatuan dan kesatuan bangsa yang dibawa oleh kelompok-kelompok skriptualis yang membawa faham fundamentalis. Pengkaderan ulama toleran ini sangat dibutuhkan oleh negara dalam rangka membendung dan melakukan counter radikalisme yang dikhawatirkan menciderai NKRI.
 
Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah untuk membendung paham-paham fundamentalisme ini. Salah satunya pemberdayaan pendidikan pesantren salafiyah melalui program Pendidikan Diniyah Formal yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 13 tahun 2014. Namun demikian, Peraturan Menteri Agama No 13 Tahun 2014 yang Mengatur Tentang Pendidikan Keagamaan Islam termasuk di dalamnya adalah Pendidikan Diniyah Formal secara teknis dan pelaksanaan dirasa masih terlalu normatif oleh sebagian pesantren salafiyah yang ingin ikut mendirikan Pendidikan Diniyah Formal.
 
Pendidikan Diniyah Formal atau PDF merupakan salah satu dari entitas kelembagaan pendidikan keagamaan Islam yang bersifat formal untuk menghasilkan lulusan mutafaqih fiddin (ahli ilmu agama Islam) guna menjawab atas langkanya kader mutafaqih fiddin. Dalam penyelenggaraan pendidikannya, Pendidikakan Diniyah Formal sebagai salah satu lembaga pendidikan keagamaan Islam wajib menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
 
Selain itu tujuan dari penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Formal adalah mengembangkan pribadi yang berahlakul karimah, keshalehan individu dan sosial, menjunjung tinggi nilai keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, persaudaraan sesama umat Islam, rendah hati, tawadlu, toleran (tasamuh), keseimbangan (tawazun), moderat (tawasuth), keteladanan (uswah), pola hidup sehat, dan cinta tanah air.
 
Hasil penelitian yang dilakukan di enam pondok pesantren salafiyah yang telah melaksanakan Pendidikan Diniyah Formal di Jawa Tengah dan Jawa Timur terbukti mampu melahirkan calon ulama yang tafaqquh fiddin dan mewarisi 12 karakter ulama toleran. Dua belas karakter ulama toleran tersebut meliputi keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, keteladanan, toleransi, rendah hati, persaudaraan umat Islam, moderat, toleran, keseimbangan, pola hidup sehat, keadilan dan cinta tanah air. Nilai-nilai toleran tersebut tersemai dan terimplementasi dalam kurikulum faktual maupun kurikulum tersembunyi di dalam pesantren salafiyah.  
 
Pendidikan Diniyah Formal pada pondok pesantren salafiyah mampu melakukan kaderisasi calon ulama dengan memproses input santri, asatidz, kurikulum faktual maupun tersembunyi melalui melalui proses pendidikan yang efektif pesantren yang long life education.   
 
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diungkapkan sejumlah rekomendasi. Pertama, Kementerian Agama RI perlu merevisi regulasi tentang penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di pondok pesantren khususnya Pendidikan Diniyah Formal yang mengatur tentang syarat-syarat pendirian Pendidikian Diniyah Formal di Pondok Pesantren terutama syarat 300 santri selama 10 tahun berturut-turut.  
 
Kedua, Kementerian Agama melalui Dirjen  Pendis c.q dan Direktorat PD Pontren melakukan program penyetaraan bagi ustadz-ustadz yang belum memiliki kompetensi akademik S-1 namun memiliki kompetensi mengajar kitab kuning.
 
Ketiga, Kementerian Agama melalui Dirjen Pendis mengeluarkan regulasi tentang standardisasi Kitab Kuning yang menjadi rujukan pada PDF. Kemudian, Kementerian Agama melalui Dirjen Pendis mengeluarkan regulasi tentang Standar kompetensi kelulusan bagi PDF.
 
Kelima, Kementerian Agama melalui Dirjen Pendis memberikan bantuan Kitab-Kitab Kuning yang menjadi rujukan Pendidikan Diniyah Formal Pesantren. Dan, Pemerintah mengalokasikan dana berupa Biaya Operasional Pesantren untuk mengembangan sarana pembelajaran dan Biaya Operasional Santri untuk membantu Santri-santri yang tidak mampu.  
 
Editor: Kendi Setiawan