Nasional

Keislaman dan Keindonesiaan Tak Bisa Dipisahkan

Rab, 7 Agustus 2019 | 10:15 WIB

Keislaman dan Keindonesiaan Tak Bisa Dipisahkan

Suasana pengajian rutin jarak jauh dengan Habib Umar bin Hafidz Yaman di PBNU

Jakarta, NU Online
Pelaksanaan Islam wasathiyah di Indonesia membuat negara yang memiliki ragam agama, suku, budaya, dan bahasa ini berjalan aman dan damai. Keadaan itu pun sering mendatangkan apresiasi dari banyak kalangan dan negara lain.

Menurut Tuan Guru Muhammad Zainul Majdi, apresiasi datang karena terjadi keserasian antara pemahaman keberislaman dan keindonesiaan. Untuk itu, ia meminta penganut Ahlussunnah wal Jamaah agar menjaganya dengan cara tidak menghadapkan antara keagamaan dan keindonesiaan atau kebangsaan.

Demikian dikatakan Tuan Guru saat mengikuti pengajian Teleconference kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim dan Bahjatul Mahafil bersama Habib Umar bin Hafidz yang dilaksanakan di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (7/8).

Menurutnya, jika ada orang yang mengerti tentang ajaran Islam, tapi di sisi lain tidak diimbangi dengan pemahaman tentang kebangsaan, maka akan mudah terombang-ambing oleh keadaan, seperti akan mengikuti kelompok yang mengusung penegakkan khilafah.

Sebab menurutnya, seorang dapat melaksanakan ajaran Islam, seperti shalat dengan tenang dan lancar karena memiliki wadah yang aman, yakni negara Indonesia.

“Jadi wadah ini adalah suatu amanah yang disiapkan oleh Allah kepada kita yang dengannya kita bisa berislam. Maka bagian dari tanggung jawab keislaman kita dan menjaga wadah yang namanya Indonesia ini agar tetep utuh,” ucapnya.

Pada kesempatan itu, ia juga mengingatkan umat Islam agar tidak terseret kepada kelompok-kelompok radikal melalui jargonya yang terkesan bagus. Sebab, katanya, jargon yang dilepaskan dari kontekesnya seringkali menimbulkan banyak mudharat daripada maslahat.

Ia lantas mengemukakan figura tokoh-tokoh NU yang berada di Gedung PBNU, yang berisi tentang pernyataan akan kecintaannya kepada Indonesia. Menurutnya, pernyataan itu bukan mengkultuskan, melainkan berasal dari kesadaran pentingnya Indonesia menjadi wadah bagi pelaksanaan Islam dengan aman dan lancar.

“Kalau wadah (Indonesia) ini hilang, bukan hanya kepentingan dunia dalam makna memakmurkan dunia yang akan sulit, tapi juga kepentingan beribadah kepada Allah itu juga akan sulit. (Menjaga Indonesia) Bagian dari berislam, bagian dari berjuang membangun Indonesia ini (kemudian) bagian dari perjuangan Islam, perjuangan agama kita,” pungkasnya. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)