Nasional

Kebijakan Normal Baru Jangan Bikin Lengah Pemerintah

Sel, 26 Mei 2020 | 09:20 WIB

Kebijakan Normal Baru Jangan Bikin Lengah Pemerintah

Anggota Komisi IX DPR Nabil Haroen meminta kebijakan normal baru (new normal) jangan membuat pemerintah lengah memperhatikan kesehatan masyarakatnya. (Foto: Dok Istimewa)

Jakarta, NU Online
Penerbitan peraturan new normal merupakan kebijakan untuk merespons perkembangan penanganan Covid19. Sebagaimana diketahui, Kementerian Kesehatan RI menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada situasi Pandemi.
 
Kebijakan ini berisi protokol kesehatan dan keamanan untuk penanganan Covid-19, serta mengatur pola kerja di berbagai instansi. 
 
Anggota Komisi IX DPR RI, M Nabil Haroen mengatakan pemerintah jangan sampai lengah agar penanganan Covid-19 bisa tuntas. Pemerintah harus terus menerus mengevaluasi kebijakan atau protokol new normal.
 
"Secara periodik harus ada evaluasi berdasar kurva, serta indikasi penyebaran dan jumlah korban. Ini penting agar bisa diambil langkah cepat untuk penanganan Covid-19, jika ada kasus yang memburuk," kata Nabil Haroen di Jakarta, Rabu (26/5).
 
Di sisi lain, lanjut dia harus ada reward dan punishment kepada instansi atau perusahaan yang mematuhi dan di sisi lain jika ada yang melanggar protokol kesehatan. 
 
Selain itu,  pemerintah harus terus terbuka pada data. Karena, di antara kunci analisa kebijakan dan evaluasi, terletak pada transparansi data. "Jika data-data yang dibuka itu sesuai dengan fakta, bisa dipertanggungjawabkan, serta sesuai dengan kaidah sains, maka akan lebih mudah dalam analisa kebijakan serta memetakan langkah-langkah selanjutnya," tegas Nabil yang juga Ketum PP Pagar Nusa. 
 
Beberapa waktu yang lalu Nabil Haron juga menanggapi agar adanya trending #IndonesiaTerserah jangan membuat pemerintah sampai kehilangan kepercayaan publik.
 
Munculnya tagar 'Indonesia terserah' mejadi penting sebagai bahan introspeksi di tengah pandemi. Hal itu, kata Nabil, merupakan suara publik yang harus didengarkan pemerintah. Tagar ini muncul setelah adanya fakta banyaknya orang antri berkerumun di bandara Soekarno Hatta untuk perjalanan keluar daerah.
 
Tentu saja, fakta ini harus diikuti dengan investigasi yang komprehensif, apakah kelalaian dari pihak regulator bandara, maskapai penerbangan, atau justru dari kebijakan pemerintah? Jadi, harus diletakkan pada konteks yang tepat. Saya sendiri melihat memang ada yang keliru, dan harus segera dibenahi dalam konteks itu. 
 
Pemerintah harus merapikan kembali kebijakan-kebijakan antar kementerian yang tidak terpadu. Ada beberapa kebijakan yang saling bertolak belakang, misalnya antara PSBB dengan kebijakan transportasi antar kawasan. Kebijakan-kebijakan yang tidak sinkron, menjadikan warga semakin bingung sekaligus kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Komunikasi mitigasi pandemi tidak komprehensif, dan fakta di lapangan menujukkan itu. 
 
"Pemerintah harus menghargai perjuangan tenaga medis Indonesia, juga dukungan orang-orang yang selama ini diam di rumah untuk memutus mata rantai persebaran Covid-19. Jadi jelas bahwa jangan sampai perjuangan panjang ini sia-sia, karena kebijakan yang salah sasaran dan komunikasi antar kementerian/antar pejabat yang tidak terpadu," tegasnya.
 
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Abdullah Alawi
Â