Nasional

Kampanye Hari Terakhir, Sejumlah Tokoh Bangsa Buat Aksi Dorong Etika dan Nurani di Pemilu 2024

Ahad, 11 Februari 2024 | 05:00 WIB

Kampanye Hari Terakhir, Sejumlah Tokoh Bangsa Buat Aksi Dorong Etika dan Nurani di Pemilu 2024

Sejumlah tokoh bangsa dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) pada pertemuan Sabtu (10/2/2024) (Foto: NU Online/Haekal Attar)

Jakarta, NU Online
Sejumlah tokoh bangsa di antaranya Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Frans Magnis Suseno, dan Komaruddin Hidayat memprakarsai aksi Gerakan Nurani Bangsa (GNB) untuk mendorong ditegakkannya etika dan menjamin kebebasan memilih rakyat yang bersumber dari nurani di pemilihan umum (Pemilu) 2024.


"Sore ini kami datang atas nama Gerakan Nurani Bangsa. Gerakan ini muncul dimulai karena adanya desakan akibat keprihatinan kerisauan massa yang tidak tenang atas situasi bangsa pada saat ini yang terutama sekali situasi pemilihan umum (Pemilu)," katanya di Aula Graha Oikumene, Lantai 3, Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2/2024).


Istri Presiden Keempat KH Abdurrahman Wahid itu mengajak kepada guru bangsa, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk merawat nurani bangsa dan juga berkomitmen membina masyarakat ini agar tidak memikirkan kepentingan golongannya sendiri maupun kelompoknya sendiri. "Karena itu hanya untuk sesaat padahal yang kami inginkan adalah untuk kepentingan masa depan itu artinya memikirkan anak cucu kita sendiri," jelas Nyai Sinta.


Nyai Sinta menyatakan bahwa sebelumnya, ia bersama GNB telah menyampaikan pesan etik dan nurani ke Wakil Presiden (Wapres) RI KH Ma'ruf Amin, Presiden RI Ke-6 Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres RI Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla.


"Kami juga sudah melakukan kunjungan ke penyelenggara pemilu yaitu KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu. Pertemuan dengan para pimpimpinan redaktur media massa dan juga pertemuan dengan berbagai inisiatif pengawasan pemilu dari masyarakat sipil," jelasnya.


GNB tersebut sejatinya adalah forum yang didirikan oleh berbagai tokoh lintas agama. Alissa Wahid menyebutkan di antaranya adalah Muhammad Quraish Shihab, Ahmad Mustofa Bisri, Kardinal Ignatius Suharyo, Gomar Gultom, Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, AA Yewangoe, Omi Komaria Nurcholish Madjid, Karlina Supelli, Makarim Wibisono, Sayyid Muhammad Hilal Al Aidid, Slamet Rahardjo, Komaruddin Hidayat, Amin Abdullah, Erry Riyana Hardjapamekas, Ery Seda, Jacky Manuputty, Laode M. Syarief, Setyo Wibowo, Lukman Hakim Saifuddin, dan Alissa Wahid.


Sementara itu, Budayawan Slamet Rahardjo membacakan poin-poin catatan yang dimana menjadi sebuah suara resmi dari pada tokoh-tokoh bangsa yang menamakan dirinya sebagai GNB, di antaranya:


Pertama, GNB berangkat dari pandangan bahwa Pemilu 2024 adalah satu tahapan saja dalam perjalanan panjang bangsa, sebagai mekanisme demokratis untuk pergantian kepemimpinan nasional. Karena itu, GNB mengajak seluruh elemen bangsa untuk meletakkan Pemilu 2024 dalam kerangka jangka panjang. Dibutuhkan legalitas dan legitimasi yang kuat agar pemimpin nasional terpilih dapat menjalankan kepemimpinannya dengan baik.  


Kedua, proses penyelenggaraan Pemilu 2024 menjadi kepedulian semua elemen bangsa yang ditemui GNB. Agar Pemilu 2024 mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat, penyelenggaraan Pemilu harus dipastikan bersih, jujur, adil dan bermartabat. Namun sayangnya, berbagai persoalan mendasar telah mewarnai dan menjadi sorotan publik, mulai dari persoalan etika moral hingga teknis penyelenggaraan Pemilu 2024.  

 

Ketiga, persoalan etika moral menjadi sorotan utama publik karena berkaitan dengan fundamental hidup berbangsa dan bernegara, utamanya dalam kasus pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi dan KPU. Diskursus publik ini telah mempengaruhi kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024. 

 

Keempat, persoalan etika moral yang juga menjadi kegelisahan masyarakat adalah tindakan dan pernyataan Presiden terkait Pemilu 2024. Pernyataan Presiden tentang keterlibatannya dalam Pemilu 2024 dan berkampanye bahkan telah memicu gelombang kritik dari para guru besar dan sivitas akademika dari puluhan perguruan tinggi. Patut dicatat, dalam perjalanan sejarah bangsa, sivitas akademika selalu menjadi tulangpunggung perubahan sosial politik Indonesia.   

 

Kelima, indikasi pelanggaran kampanye Pemilu 2024 dalam berbagai bentuk bermunculan di media massa dan media sosial. Sebagian besar kasus tersebut hanya menjadi informasi simpang-siur tanpa penyelesaian kasus yang jelas. Beberapa kasus diselesaikan dengan kesimpulan yang kurang bisa diterima publik, karena regulasi yang tidak memadai. Misalnya pada kasus seseorang yang 'ditokohkan' sebagai penyiar agama pendukung pasangan calon yang membagikan uang dalam acara pengajian. Juga beberapa kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN dan pelanggaran etika para pejabat penyelenggara negara mengenai pembagian bansos. 

 

Keenam, dengan melihat berbagai kondisi yang ada, komitmen dan profesionalisme Penyelenggara Pemilu menjadi kunci penting penyelenggaraan Pemilu 2024 yang bermartabat. Pelanggaran etika yang telah diputuskan oleh DKPP terhadap KPU haruslah menjadi polemik terakhir. Sebagai lembaga independen, KPU wajib menjalankan amanah konstitusi dengan memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 berlangsung transparan, bersih, jujur, dan adil. Di sisi lain, Bawaslu sebagai pengemban mandat pengawasan Pemilu juga wajib menjalankan tugas pengawasan secara sungguh-sungguh, kuat dan independen. Harapan masyarakat kepada Bawaslu perlu diterima sebagai amanah serius yang tidak boleh dianggap enteng.  


Ketujuh, sebagai Kepala Negara Republik Indonesia yang sedang mengemban tanggungjawab untuk memimpin jalannya penyelenggaraan negara di tengah proses tahapan pemilu ini, komitmen dan keberpihakan Presiden untuk mengawal keadaban proses seluruh tahapan Pemilu 2024 menjadi kunci penting terakhir. Presiden diharapkan menunjukkan integritasnya, baik melalui sikap pribadi maupun dalam pengambilan keputusan dan kebijakan di masa Pemilu 2024. Presiden juga bertanggungjawab untuk memerintahkan TNI dan POLRI sebagai alat negara yang dipersenjatai, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta keamanan negara dalam koridor keadilan dan perlindungan rakyat. Presiden jugalah yang bertanggungjawab untuk memerintahkan segenap aparatur sipil negara menjaga dan menunjukkan netralitasnya dalam Pemilu 2024, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan di tengah kehidupan masyarakat.


Kedelapan, dalam Pemilu 2024, kita melihat partisipasi kualitatif masyarakat yang jauh lebih besar. Ini selaras dengan pemahaman warga bangsa atas esensi demokrasi yang semakin tinggi. Demokratisasi digital juga memberikan pengaruh pada akses warga terhadap informasi dan sebagai sumber informasi. Keterlibatan masyarakat ini menjadi elemen sangat penting untuk memastikan Pemilu 2024 berjalan dengan baik.


Kesembilan, GNB berharap kepada seluruh peserta, penyelenggara, pengawas, dan pemantau pemilu, institusi negara terkait penyelenggaraan Pilpres dan Pileg, serta masyarakat luas, untuk tidak melakukan hal-hal yang menyalahi peraturan dan ketentuan, serta mengedepankan etika dan nurani dalam menjalani proses demokratisasi ini. Hasil pemilu tak hanya ditentukan berdasarkan legalitas semata, tapi juga menuntut adanya legitimasi kuat yang bersumber dari kepercayaan publik.


Pada akhirnya GNB mengajak kepada segenap lapisan masyarakat untuk berdoa, semoga  Penyelenggaraan Pemilu 2024 berjalan dengan lancar, aman, damai, jujur, dan adil, serta bermartabat.