Nasional

Jelang Tahun Politik 2024, Jajaran Kiai Syuriyah PBNU Gelar Rapat Terbatas Bahas Panduan Berpolitik bagi Nahdliyin

Rab, 23 November 2022 | 18:54 WIB

Jelang Tahun Politik 2024, Jajaran Kiai Syuriyah PBNU Gelar Rapat Terbatas Bahas Panduan Berpolitik bagi Nahdliyin

Katib Aam PBNU dan Rais Aam PBNU saat sedang berbicara dalam rapat jajaran syuriyah di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (23/11/2022). (Foto: NU Online/Aru).

Jakarta, NU Online

Jajaran Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar rapat terbatas membahas langkah-langkah yang harus dilakukan menjelang tahun politik 2024 mendatang, termasuk berdiskusi mengenai pedoman dan panduan berpolitik bagi Nahdliyin atau warga NU.

 

Rapat berlangsung di Kantor PBNU, Jakarta, pada Rabu (23/11/2022) sore, ini dipimpin langsung Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Katib Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori, serta dihadiri 34 kiai di jajaran Rais dan Katib Syuriyah. 


“Kita akan masuk di tahun politik, sehingga sudah sejak dini PBNU membahas itu. Berdiskusi bersama-sama seperti apa langkah-langkah yang harus diambil dan diputuskan untuk nanti menjadi panduan dan pedoman warga NU secara umum,” ungkap Kiai Said Asrori kepada NU Online, sesaat setelah rapat itu selesai. 


Ia menjelaskan bahwa beberapa hal yang dibahas menjelang tahun politik ini adalah soal upaya mengukuhkan kembali paham Ahlussunnah wal Jamaah sebagai sebuah pedoman dalam kehidupan, termasuk kehidupan berpolitik. Di antaranya mengedepankan akhlakul karimah dan etika yang mulia. 


“Kemudian tujuan politik yang utama adalah harus menjaga NKRI, Pancasila, UUD 1945,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thullab, Wonosari, Tempuran, Magelang, Jawa Tengah itu.


Selain itu, Kiai Said Asrori menekankan kepada warga NU untuk mampu menyalurkan aspirasi politik dengan baik dan santun, khususnya mengedepankan etika yang baik dan budi pekerti yang mulia. 


“Warga NU nanti harus menyalurkan aspirasi politiknya dengan akhlak, dengan budi pekerti yang mulia, dengan penuh tanggung jawab, dan harus diniati dengan niat yang sebaik-baiknya,” kata Kiai Said Asrori. 

 

Rapat terbatas ini dihadiri beberapa jajaran Rais Syuriyah, di antaranya, KH Muhammad Musthofa Aqil Siroj, KH Abdullah Kafabihi Mahrus, Prof KH Muhammad Nuh, dan Prof KH Nasaruddin Umar. 


Sementara jajaran Katib Syuriyah, di antaranya adalah KH Faiz Syukron Makmun, KH Abdul Moqsith Ghazali, KH Reza Ahmad Zahid, Habib Luthfi bin Ahmad Al-Attas, KH. M. Afifudin Dimyathi, dan KH Asrorun Ni’am Sholeh.


Pedoman Berpolitik Warga NU

Pedoman berpolitik warga NU tertuang dalam naskah Khittah 1926 yang dimulai dari mukaddimah hingga khatimah yang terdiri dari sembilan penjelasan. Namun, untuk mengoperasionalkan naskah khittah hasil Muktamar ke-27 NU 1984 itu, Muktamar ke-28 NU tahun 1989 di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta menyusun sembilan pedoman berpolitik bagi warga NU. 


Berikut sembilan pedoman berpolitik warga NU hasil Muktamar ke-28 NU tahun 1989 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta:

 
Pertama, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. 


Kedua, politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya mamsyarakat adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat. 


Ketiga, politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembanagan nilai-nilai kemerdekaaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama. 


Keempat, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika dan budaya yang berketuhanan Yang Maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijakasanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Kelima, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.


Keenam, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah. 


Ketujuh, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecahbelah persatuan.


Kedelapan, perbedan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga Nahdlatul Ulama harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama. 


Kesembilan, berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisiasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Zunus Muhammad